Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dirjen PAS: Cuti Bersyarat Diberikan Dengan Persyaratan Ketat Sesuai UU

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Selasa, 24 September 2019, 15:54 WIB
Dirjen PAS: Cuti Bersyarat Diberikan Dengan Persyaratan Ketat Sesuai UU
Sri Puguh Budi Utami/RMOl
rmol news logo Cuti Bersyarat (CB) adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan Warga Binaan Pemasyarakatan (sebelumnya disebut narapidana) dan anak didik pemasyarakan ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. CB diberikan dengan persyaratan yang ketat sesuai UU.

"Jadi ada persyaratan yang ketat dalam pemberian cuti bersyarat," tegas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami, Selasa (24/9).

Penjelasan itu disampaikan Utami menanggapi  pemberitaan yang cenderung bias seputar cuti bersyarat bagi WBP alias narapidana. Utami memandang perlu untuk menjelaskan hal itu agar wacana cuti bersyarat tidak semakin keruh dan kehilangan esensi.
 
Utami mengajak masyarakat untuk mengenali arti terma cuti bersyarat yang selama ini menjadi bahan wacana. Syarat bagi WBP untuk mendapatkan CB tidak mudah.

Di antaranya masa pidana paling lama 1 tahun 6 bulan, telah menjalani dua pertiga masa pidana, berkelakuan baik selama enam bulan terakhir bagi pidana umum dan sembilan bulan bagi narapidana terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganiasasi lainnya, serta membayar lunas denda dan atau uang pengganti bagi koruptor.
 
"Cuti bersyarat itu paling lama diberikan enam bulan," kata dia.

Lebih jauh Utami menjelaskan, diperlukan tidak kurang dari 10 dokumen yang harus dilengkapi WBP sebelum mendapat persetujuan CB. "Jadi apabila ada yang berpikir begitu mudahnya mendapatkan CB, bahkan tanpa seleksi, ya tidak begitu," kata dia.
 
Lebih jauh Utami menjelaskan, pemberian CB pun berdasar asas keadilan yang menjadi landasan hukum berbagai perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, misalnya, mencantumkan berbagai hak yang dapat diperoleh narapidana selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
 
"Ada beberapa hak yang dapat diperoleh narapidana, khususnya terkait kesempatan narapidana untuk meninggalkan Lapas seperti CB. Sebelum tercantum di dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan (RUU PAS), semua itu sudah ada dalam aturan yang masih berlaku sampai saat ini," kata dia.
 
Mengutip Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018, di dalamnya disebutkan bahwa CB merupakan program pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

"Kalau boleh saya bacakan, dalam Permen Kumham RI no 03/2018 itu ditegaskan, pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat dilakukan untuk memberikan motivasi dan kesempatan kepada narapidana dan anak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial, pendidikan, keterampilan guna mempersiapkan diri di tengah masyarakat serta mendorong peran serta masyarakat untuk secara aktif ikut serta mendukung penyelenggaraan sistem pemasyarakatan," kata Utami.
 
Utami melihat adanya bias berkaitan dengan marak pemberitaannya terkait CB saat ini. "Masa CB itu memang dijalani di luar Lapas, bukan justru artinya bisa keluar masuk Lapas. Tidak semua narapidana bisa mendapatkan CB," kata dia.
 
Alhasil, karena CB pun masih merupakan masa proses pembinaan, sebenarnya WBP yang sedang menjalani CB tak hanya bisa jalan-jalan ke mal, ia pun bisa menjalankan aktivitas laiknya warga masyarakat lainnya.  Bedanya, secara teratur ia diwajibkan melapor kepada Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang ditunjuk.
 
"Jadi tidak serta merta narapidana bebas melakukan apa saja di luar Lapas asalkan didampingi petugas. Tidak seperti itu," kata dia.

Mereka yang terseleksi mendapatkan cuti bersyarat, akan menjalankannya di luar lapas. Mereka dapat hidup normal di masyarakat, dengan ketentuan tidak boleh melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat dan mengulangi tindak pidana.

"Apabila sampai terjadi, Cuti Bersyarat akan dicabut," kata Dirjen PAS.
 
CB atau pun jenis-jenis pembinaan lain seperti Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas, dan sebagainya itu sudah berjalan lama dengan aturan sebelumnya. Utami justru heran mengapa hal tersebut menjadi persoalan seiring pembahasan RUU Pemasyarakatan.

"Padahal, RUU Pemasyarakatan yang sedang digodok untuk disahkan itu cenderung memiliki landasan pemikiran yang lebih berkeadilan, lebih manusiawi, lebih ramah HAM dan lebih modern," kata dia.
 
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu juga menegaskan bahwa pembatasan hak narapidana koruptor hanya dapat dilakukan melalui putusan pengadilan dan ketentuan undang-undang.

"Jadi, pembatasan hak itu tidak boleh di bawah perundang-undangan, pembatasan hak hanya boleh berdasarkan undang-undang atau putusan pengadilan," ujar Masinton, beberapa waktu lalu.
 
Menurut Masinton, pertimbangan pemberian pembebasan bersyarat, remisi maupun hak lainnya, bergantung pada putusan pengadilan serta seiring waktu, penilaian dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Mekanisme seperti itu, kata Masinton, telah diterapkan di banyak negara.

Dalam wacana yang sama Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik mengatakan, dengan berlakunya kembali PP Nomor 32 tahun 1999, maka pemberian pembebasan syarat tergantung pada vonis hakim pengadilan. Selain itu, pemberian pembebasan bersyarat mengacu pada penilaian Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Hal itu sejalan dengan asas hukum pidana dalam konteks pembatasan hak

"Penerima remisi, cuti bersyarat dan lain sebagainya itu teman-teman di Pemasyarakatan yang akan menilai," kata Erma. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA