Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Usulan Agar Jokowi Keluarkan Perppu Pembatalan UU KPK Hasil Revisi Salah Kaprah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Minggu, 29 September 2019, 10:36 WIB
Usulan Agar Jokowi Keluarkan Perppu Pembatalan UU KPK Hasil Revisi Salah Kaprah
Joko Widodo/Net
rmol news logo Presiden Joko Widodo diminta tidak tunduk terhadap desakan-desakan yang menginginkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) guna membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Pengamat Politik dan Hukum, Sulthan Muhammad Yus menilai, pernyataan Jokowi yang membuka peluang mengeluarkan Perppu KPK dianggap sebagai bentuk kemunduran. Terlebih wacana itu diangkat usai mendapat desakan dari sejumlah pihak, terutama lewat unjuk rasa mahasiswa di pelbagai daerah.

"Usulan dan desakan agar Presiden mengeluarkan Perppu salah kaprah," ujar Sulthan, Sabtu (28/9).

Ia mengatakan, meski Perppu adalah kewenangan legislasi yang dimiliki presiden dan diatur dalam konstitusi, tetapi tidak serta-merta presiden dapat mengeluarkan Perppu secara serampangan.

Menurutnya, Ada kriteria-kriteria agar Perppu dapat dikeluarkan, yakni bila keadaan darurat serta adanya kegentingan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan.

"Bernegara itu ada ketentuannya, ada sistemnya. Tidak bisa karena ada gejolak, lantas itu diasumsikan sebagai kegentingan yang memaksa sehingga perppu bisa dikeluarkan begitu saja. Alasan subjektivitas Presiden juga harus kuat dan memenuhi kriteria tersebut," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Sulthan, ia tidak melihat keharusan Jokowi mengeluarkan Perppu.

"Konstitusi kita telah mengatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislatif review, ada eksekutif review juga ada judicial review," jelasnya.

Sementara itu, revisi UU KPK yang baru disahkan belum ada nomornya dan belum masuk dalam lembaran negara. Seharusnya semua pihak menunggu dahulu terbit, baru kemudian memberikan pertentangan lewat jalur yang diatur konstitusi.

"Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa UU KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan UU baru, lalu disimpulkan. Jangan suudzon berlebihan," jelasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA