Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kalau Sampai Salah Pilih Menteri, Ekonomi Indonesia Akan Kecebur Ke Jurang Krisis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 05 Oktober 2019, 07:51 WIB
Kalau Sampai Salah Pilih Menteri, Ekonomi Indonesia Akan Kecebur Ke Jurang Krisis
Arief Poyuono/Net
rmol news logo Pemanfaatan keuntungan ekonomi dari perang dagang Amerika Serikat dengan Republik Rakyat Cina (RRC) di kawasan ASEAN, ternyata hanya Indonesia yang lame duck. Pemerintah Indonesia tidak punya kemampuan alias gagal memanfaatkan keuntungan bagi peningkatan perekonomian nasional.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/10).

"Jika perang dagang AS-RRC terus berlanjut dan yang sudah mulai memberikan dampak krisis ekonomi global, bukan tidak mungkin perekonomian  Indonesia di periode kedua Joko Widodo akan sangat cepat terkena krisis ekonomi dan target pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 4 persen nantinya," ujar Arief mewanti-wanti.

Kembali dijelaskannya, Indonesia adalah "satu-satunya yang kalah" akibat perang dagang AS-RRC yang memberikan keuntungan investasi di kawasan ASEAN. Vietnam adalah pemenang terbesar, sementara Malaysia, Singapura dan Filipina semuanya berhasil mengambil keuntungan bisnis dari pabrikan RRC yang menggeser jalur rantai pasokan mereka ke AS.

Lanjut Arief, Presiden Jokowi sudah sejak awal mendorong para menteri kabinetnya untuk bisa mengambil keuntungan dari situasi akibat perang dagang tersebut. Bahkan Filipina, yang tidak dikenal sebagai negara tempat pembuatan pabrikan dan juga cukup banyak menerima investasi asing langsung (FDI).

Presiden Jokowi sangat memperhatikan dampak keuntungan dengan alasan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Presiden juga sudh menuntut agar para menteri bekerja lebih keras untuk mengambil keuntungan dari perubahan dalam saluran rantai pasokan barang-barang produksi RRC ke AS dan sebaliknya.

Dimana, Presdien mengutip angka-angka Bank Dunia yang mengatakan dari 33 perusahaan RRC yang memindahkan operasi ke luar negeri, 23 memilih Vietnam sementara 10 lainnya pergi ke Malaysia, Thailand dan Kamboja.

Memang, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Filipina telah Lebih awal memulai mengambil keuntungan bisnis akibat perang dagang dan kebanyakan dalam bentuk FDI yang lebih tinggi - ketika Washington dan Beijing melakukan pemotongan tarif selama 13 bulan terakhir dalam rangka meningkatkan rantai pasokan dan untuk menghindari guncangan ekonomi di seluruh dunia akibat perang dagang tersebut.

Dari sisi investasi China, Vietnam merupakan negara sebagai "penerima manfaat terbesar", dari ekses perang dagang tersebut dengan terjadinya lonjakan arus masuk FDI dari RRC sepanjang paruh waktu tahun 2019 sebesar 73 persen. Pada paruh itu FDI-nya melonjak 211 persen. Sedangkan  Malaysia juga mencatat masuknya dana dari RRC yang meningkat sejak awal tahun 2019 setelah hampir dua tahun menurun. Sementara Singapura juga menjadi pemenang karena perusahaan yang pindah ke Malaysia kemungkinan besar akan mermarkir dana dan mengambil pinjaman dari bank-bank di negara mereka.

Sekarang, ujar Arief menagaskan, semua ini menjadi PR besar bagi para menteri yang akan dipilih Presiden Jokowi dan para direksi BUMN untuk bisa memanfaatkan perang dagang AS-RRC untuk mendapat keuntungan bagi perekonomi Indonesia.

"Sebab Indonesia telah kehilangan kesempatan, dan saya pikir ini adalah peringatan bagi pemerintah Joko Widodo pada periode kedua untuk berbuat lebih banyak lagi," ungkapnya.

Apalagi, Presiden berencana akan memotong besaran pajak perusahaan di Indonesia dari 25 persen menjadi 20 persen tahun depa. Artinya, ini akan semakin menarik bagi investor dan pabrikan RRC dan AS untuk lebih banyak masuk ke Indonesia.

"Nah, Kangmas Joko Widodo jangan sampai lengah jika tidak mau ekonomi kita kecebur ke jurang krisis ekonomi. He..he..he.., Bahaya loh Kangmas," demikian Arief Poyuono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA