Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

POLEMIK UU KPK

Kumpulan Tokoh Bangsa: Elit Parpol, Stop Menyesatkan Publik Dan Presiden!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 05 Oktober 2019, 08:19 WIB
Kumpulan Tokoh Bangsa: Elit Parpol, Stop Menyesatkan Publik Dan Presiden<i>!</i>
Para tokoh bangsa bertemu Presiden Jokowi/Net
rmol news logo Presiden Joko Widodo mengundang para tokoh bangsa untuk membahas beberapa isu terkini pada 26 September 2019. Satu hal yang sangat mengemuka dan harus ditindaklanjuti adalah mengenai rencana dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau KPK.
 
Namun selang sepekan pertemuan tersebut, terlihat besarnya gelombang penolakan dari partai-partai politik. Berbagai argumen tidak akurat dikeluarkan, membuat publik tersesat dalam opini dan menyangka bahwa Perppu memang tidak dapat dikeluarkan. Bahkan, sebagian pihak mengatakan, Presiden bisa dijatuhkan apabila mengeluarkan Perppu ini.
 
Untuk itu, kumpulan tokoh bangsa ini bermaksud meluruskan berbagai pendapat yang keliru tersebut dan terus mendukung Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu.

"Perlu kami jelaskan kembali, Perppu merupakan hak konstitusional yang jelas dasarnya dalam Pasal 22 UUD. Dikatakan, 'dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang'," kata mereka dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (5/10).
 
Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memberikan penafsiran dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010. MK menyebutkan adanya tiga alasan lahirnya Perppu.

Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
 
Menurut mereka, dikeluarkannya Perppu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif Presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan Presiden.

Terlebih, dalam sistem presidensil, kedudukan Presiden sangat kuat. Presiden tidak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di MK.
 
"Langkah sebagian elit politik untuk mengemukakan isu-isu yang keliru kepada masyarakat merupakan langkah yang menyesatkan masyarakat dan juga seperti upaya memberikan ancaman kepada Presiden oleh partai-partai politik," terang mereka.
 
Untuk itu, kumpulan tokoh bangsa menyampaikan tiga sikap: Pertama, mendukung dan mendorong Presiden untuk segera mengeluarkan Perrpu untuk mengoreksi Revisi UU KPK sehingga menguatkan komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi. Kedua, mengingatkan elit politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden. Ketiga, mengecam para pembuat undang-undang yang telah melemahkan KPK dengan merevisi UU 30/2002.
 
Adapun kumpulan tokoh bangsa terdiri dari: Emil Salim, Albert Hasibuan, Mochtar Pabottinggi, Erry Riyana Hardjapamekas, Toeti Heraty, Ismid Hadad, Mayling Oey-Gardiner, Taufiequrahman Ruki, Franz Magnis-Suseno, Atika Makarim, Omi Komaria Nurcholis Madjid, Bivitri Susanti, Tini Hadad, Tri Mumpuni, Slamet Rahardjo Djarto, Christine Hakim, Goenawan Mohamad.

Selanjutnya, Mahfud MD, Nono Makarim, Butet Kertaradjasa, Heny Soepolo, Mochtar Pabottingi, Abdillah Toha, Zumrotin K Susilo, Sudhamek, Teddy Rachmat, Mustofa Bisri, Quraish Shihab, Sinta Nuriyah, Saparinah Sadli, Natalia Subagyo, Arifin Panigoro, Syafi’i Ma’arif,  Harry Tjan Silalahi, Azyumardi Azra, Nyoman Nuarta, Kuntoro Mangkusubroto, Marsilam Simanjuntak, Jajang C. Noer, Alisa Wahid, Clara Juwono, Feri Amsari, Chandra Hamzah, Syamsuddin Haris, Zaenal Arifin Mochtar, Amien Sunaryadi, Tumpak H. Panggabean, Sarwono Kusumaatmadja, Endriartono Sutarto dan Betti Alisjahbana. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA