Pengambilalihan FIR sendiri memang sudah lama menjadi agenda penting pemerintah. Dalam UU Nomor 1/2009, disebutkan Indonesia dapat mengambil alih FIR pada 2024. Akan tetapi, pada 18 September 2015, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden yang memerintahkan jajarannya untuk mempersiapkan diri agar Indonesia bisa mengambil alih FIR dalam kurun 3 hingga 4 tahun.
Empat tahun berlalu, Indonesia ternyata belum bisa mengambil alih FIR. Merespons hal ini, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim mengeluarkan suaranya. Menurut Chappy, kawasan FIR Indonesia yang dikelola oleh Singapura adalah kedaulatan NKRI dan harus kembali ke kekuasaan NKRI.
Sementara perihal persipan pengambilalihan FIR, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu mengaku, Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan FIR. Setelah itu baru memikirkan hal-hal teknis lainnya.
"Prinsip dulu yang dipersiapkan, baru hal-hal teknis. Kalau sudah dikembalikan, baru kita pikirkan," ujar pria 71 tahun itu kepada
Kantor Berita RMOL, Kamis (10/10).
Chappy dengan tegas menambahkan,"Itu (FIR) adalah halaman rumah kita. Harus kembali ke kita."
Sebagai informasi, Singapura mengelola FIR Indonesia sejak 1946. Kemudian pada 1996, Presiden Soeharto mensahkan perjanjian FIR Singapura dan FIR Jakarta. Berdasarkan perjanjian itu Singapura mengelola FIR di wilayah Natuna, Kepulauan Riau, Serawak, Tanjungpinang, dan Semenanjung Malaka.
Sedangkan menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), pengendalian wilayah udara suatu negara harus mempertimbangkan dan menghargai kedaulatan negara lain.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: