Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pasca Pelantikan Jokowi-Maruf, DPR Didorong Revisi UU MD3 Terkait Nomenklatur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 21 Oktober 2019, 11:32 WIB
Pasca Pelantikan Jokowi-Maruf, DPR Didorong Revisi UU MD3 Terkait Nomenklatur
Pakar hukum tata negara Fahri Bachmid/Net
rmol news logo Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) didorong segera melalukan revisi UU MD3, khususnya terkait nomenklatur pelantikan presiden dan wakil presiden menjadi sumpah atau janji jabatan presiden dan wakil presiden.

Sebab, penggunanaan nomenklatur pelantikan presiden dan wakil presiden masa jabatan periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 oleh MPR kurang tepat dan tidak sebangun dengan konstitusi.

Pakar hukum tata negara Fahri Bachmid mengatakan, istilah pelantikan tidak dikenal dalam pranata ketentuan pasal 9 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen pertama, yang mana disebutkan bahwa ayat (1), sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR sebagai berikut.

Dan selanjutnya ayat (2), jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung

Menurut Fahri, memang secara teknis pembentuk undang-undang secara tidak cermat telah membuat konsep dan nomenklatur pelantikan presiden dan wakil presiden sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 33, 34 dan 35 UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jo. UU 42/2014 Jo. UU 2/2018 Jo. UU 13/2019 tentang Perubahan ketiga atas UU 17/2014 tentang MPR. DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Secara teoritik pasca amandemen UUD tahun 1945, bahwa mekanisme ketatanegaraan telah berubah, baik secara paradigmatik maupun konstitusional, kelembagaan MPR tidak lagi bersifat hirarkis.

Artinya, kata Fahri, kelembagaan MPR adalah setara atau sejajar dengan kelembagaan presiden, sehingga konsekwensi ketatanegaraannya adalah tidak tepat jika MPR melakukan tindakan melantik atau pelantikan presiden seperti waktu kita masih menganut paham supremasi MPR sebelum amandemen konstitusi.

"Tetapi yang sesungguhnya MPR hanyalah menyaksikan pengucapan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden sebagaimana telah ditentukan secara limitatif oleh konstitusi," tambah Fahri.

Dengan demikian, menurut Fahri, ke depan menjadi tugas konstitusional DPR untuk meninjau dan meluruskan konsep sumpah jabatan presiden ini dengan melakukan revisi atas ketentuan pasal 33 UU MD3.

"Ini agar sejalan dan sebangun dengan spirit rumusan ketentuan pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945, dan praktik ketatanegaraan kita menjadi liniear dengan sistem pemerintahan presidensial yang kita anut saat ini," tutup Fahri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA