"Kalau bicara BPJS, negara harus bertanggung jawab terhadap sistem jaminan sosial nasional ini. Ini
basic, premier, bukan sekunder,
core of the core. Jika tidak mewujudkan negara bisa dikatakan gagal. Tugas negara itu bukan bagi-bagi sertifikat," kata Khalid dalam diskusi publik "BPJS Naik, Rakyat (Makin) Tercekik" di Gedung DPP PKS, Jakarta, Kamis (7/11).
Menurut Kholid, jika ada orang yang sedang sakit, harus segera ditangani secepat mungkin tanpa harus bertanya apakah dia memiliki asuransi atau tidak.
"Orang sakit enggak bisa diperiksa gara-gara tidak ada asuransi. Ini melanggar hak asasi manusia. Terlihat pemerintah membuat
policy ini asal-asalan, tidak melihat dampak sistemiknya," kata dia.
"Dengan naikknya iuran BPJS akan semakin banyak yang menunggak. Potensi penunggakan semakin tinggi," ujar Kholid menambahkan.
Selain Khalid, diskusi menghadirkan narasumber ekonom INDEF Enny Sri Hartati dan analis kesehatan masyarakat TIDI Hermawan Saputra.
Mengatasi defisit puluhan triliunan, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga 100 persen pada 1 Januari 2020. Kelas 3 menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500; Kelas 2 menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000; Kelas 1 menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000.
Selain kenaikan untuk peserta mandiri, diatur juga kenaikan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI). Iuran PBI menjadi Rp 42.000 naik dari Rp 23.000. Kenaikan iuran yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: