Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tolak Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ridwan Kamil: Lebih Baik Cari Cara Lain

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 20 November 2019, 17:03 WIB
Tolak Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ridwan Kamil: Lebih Baik Cari Cara Lain
Ridwan Kamil tolak Pilkada melalui DPRD/Net
rmol news logo Wacana pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD direspons kurang baik oleh sejumlah pihak. Di antaranya oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Menurut dia, akan lebih baik jika dicari cara agar biaya Pilkada langsung bisa murah.

Ridwan Kamil mengakui ada beberapa kekurangan dalam pilkada langsung. Tapi, dalam pandangannya, pemilihan ini lebih baik daripada pemilihan tidak langsung.

"Faktanya pilkada (memang) mahal. Tapi kalau mau dikembalikan ke DPRD, saya kira secara pribadi kurang tepat. Mendingan kita wacanakan bagaimana bikin pilkada yang murah, begitu," ucap Emil, sapaan akrabnya, di Gedung Pakuan, Rabu (20/11).

Emil mencontohkan, di India yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak, melaksanakan pemilihan secara digital sehingga bisa lebih murah. Sedangkan di Indonesia, masih harus memakai prosedur manual, termasuk menggunakan saksi.

Setiap pasangan, katanya, setidaknya harus menempatkan seorang saksi di tiap TPS. Di Jabar sendiri, ada sekitar 70 ribu TPS. Sedangkan, setiap saksi harus diberi anggaran sekitar Rp 100 ribu per orang.

"Kalau boleh jujur ya, biaya termahal itu biaya saksi. Banyak yang harus menyediakan dan harus membayar. Jadi wacana itu sebaiknya disimpulkan dulu, secara teknis dan sebagainya yang berada di lapangan. Saya tahu biaya termahal ada di situ," katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

Selain itu, lanjut Emil, pada Pilkada Jabar 2018, dirinya bahkan harus menggadaikan motor kesayangan miliknya dan sejumlah barang lain untuk menutupi biaya Pilkada yang sangat mahal.

"Saya gadaikan motor yang akhirnya tidak kembali lagi, juga jual banyak lah. Bisa setengahnya, untuk para saksi itu. Makanya tidak semua calon punya saksi akhirnya," tandasnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menilai sistem pilkada langsung yang berjalan selama 20 tahun belakangan ini perlu dievaluasi. Tito menilai, pemilihan langsung memang bermanfaat bagi partisipasi demokrasi tapi memiliki sisi negatif.

"Kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati mana berani dia," katanya.

Tito kembali menyinggung rencana mengubah sistem Pilkada dalam rapat di DPR, Senin (18/11). Tito mengatakan, tengah mengkaji sejumlah opsi. Antara lain tetap Pilkada langsung dengan meminimalkan efek negatifnya, Pilkada kembali ke DPRD, atau Pilkada asimetris. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA