Dia mengungkapkan, 3 lembaga yang berada di dalam Gakkumdu, yakni kepolisian, kejaksaan dan Bawaslu tidak memiliki kesatuan pemahaman terkait pelanggaran pemilu. Sehingga, banyak dugaan pelanggaran pidana pemilu yang kandas di Gakkumdu.
Pengamat hukum administrasi negara Universitas Nahldatul Ulama Indonesia (Unusia), Muhtar Said mengaku sependapat dengan Ketua Bawaslu RI Abhan. Menurut Said, Gakkumdu tidak efektif karena menggunakan hukum acara biasa dan sebatas formalitas.
"Meski ada Gakkumdu tetap saja menggunakan hukum acara biasa. Di dalam Gakkumdu ada polisi, jaksa dan bawaslu, pasca pleno gakkumdu tetap saja nanti lapor ke polisi. Jadi, Gakkumdu kayak lembaga formalitas saja," demikian kata Said kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (7/12).
Said menjelaskan, jika Bawaslu akan menegakkan aturan Pemilu, maka Bawaslu harus memiliki instrumen hukum seperti pencegahan, penyidikan dan juga kewenangan penuntutan.
"Sekalian Bawaslu dibuat seeprti KPK, jadi kuat. Punya alat pencegahan, punya alat penyidikan dan punya kewenangan penuntutan. Jadi produk yang keluar dari Bawaslu itu sudah berupa tuntutan, tidak harus lapor (Polisi) lagi," demikian pendapat Said.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: