Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, Pengamat: KPU Dipasung Pragmatisme Politik Dan Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 10 Desember 2019, 14:45 WIB
Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, Pengamat: KPU Dipasung Pragmatisme Politik Dan Hukum
Ilustrasi/Net
rmol news logo Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) 18/2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah (Kada) memperbolehkan eks Napi Koruptor untuk mencalonkan.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 3a ayat 3 dan 4 PKPU tersebut.

Dimana bunyinya, "Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi."

Kata "mengutamakan" di dalam narasi aturan tersebut ditafsirkan sebagai imbauan semata. Hal itu dibenarkan oleh salah satu Komisioner KPU Evi Novida Ginting.

"Iya memberikan (imbauan) pada partai politik," kata Evi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/12).

Namun demikian, Evi mengaku kalau KPU tetap pada prinsipnya, yaitu melarang eks napi korupsi mencalonkan diri di Pilkada Serentak 2020 mendatang.

"KPU tetap dalam prinsipnya melarang, ingin melarang napi untuk maju sebagai kepala daerah. Tapi kami minta kepada parpol untuk mengutamakan yang bukan napi koruptor," ujarnya.

Lebih lanjut, langkah KPU ini dinilai pegiat pemilu dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai keadaan yang mendesak.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini berpandangan, KPU berada di tengah kondisi yang terpasung pragmatisme politik dan hukum di Indonesia.

"Saya kira KPU tidak punya banyak pilihan terkait pengaturan pencalonan mantan napi ini. KPU berada di tengah pragmatisme politik dan hukum yang kurang menopang KPU untuk membuat terobosan hukum pelarangan pencalonan mantan napi korupsi di pilkada," ucap Titi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL secara terpisah.

Sebab, lanjut Titi, jika klausul pelarangan eks koruptor maju di Pilkada dimasukan ke dalam PKPU 18/2019, maka besar kemungkinan Kemenkumham menolak mengesahkan.

"Kalau KPU memaksakan klausul pelarangan mantan napi dicalonkan di pilkada maka besar kemungkinan Peraturan KPU Pencalonan tidak akan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM," beber Titi.

"Padahal KPU sudah terdesak waktu untuk segera mengesahkan PKPU Pencalonan karena tahapan pencalonan yang sudah akan dimulai terkait pengumpulan syarat dukungan calon perseorangan," dia menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA