Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kontradiksi Dua Periode Jokowi, Tak Tahu Apakah Sedang Memperbaiki Atau Merusak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Rabu, 18 Desember 2019, 16:05 WIB
Kontradiksi Dua Periode Jokowi, Tak Tahu Apakah Sedang Memperbaiki Atau Merusak
Presiden Joko Widodo/Net
rmol news logo Sulit mengetahui gagal atau tidaknya sebuah negara besar seperti Indonesia.

Hal itu disampaikan Pendiri Partai Gelora, Fahri Hamzah dalam memaknai kondisi bangsa saat ini.

"Kita tidak tau apakah ia sedang sukses atau sedang gagal, apakah sedang memperbaiki atau merusak. Semua nampak relatif, terutama di mata awam," kata Fahri Hamzah di akun twitternya, Rabu (18/12).

Di pemerintahan, mantan Wakil Ketua DPR RI ini melihat kepemimpinan Presiden Joko Widodo memasuki periode kedua tak konsisten.

Seperti halnya di bidang pendidikan. Di periode pertama, Menteri Pendidikan menyebut harus ada Ujian Nasional (UN) untuk menciptakan murid yang cerdas.

"Presidennya (sekarang) masih sama. Sekarang menterinya bilang sebaliknya jangan pakai UN. Itulah negara sulit diukur, sementara uang sekitar 500 triliun rupiah setahun di sektor pendidikan habis," kritiknya.

Pun demikian di beberapa sektor kementerian di bawah pemerintahan Jokowi. Di sektor kelautan, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam dua periode Jokowi berlawanan.

"Dulu menteri dipuji karena tenggelamkan kapal. Sekarang dianggap baik jangan ditenggelamkan. Dulu baby lobster dilarang ekspor, sekarang boleh dieksportir. Dua kebijakan yang kontradiktif, keduanya dianggap benar," sambungnya.

Kemudian di sektor perminyakan. Periode pertama, Presiden Jokowi meminta lima kilang minyak baru dibangun, namun hingga kini belum menampakkan wujudnya.

"Mungkin itu alasan menterinya diganti. Tapi apakah perlu lima tahun mengetahui kegagalan? Itulah negara," tegas Fahri.

"Kita bicara teori saja, bahwa negara sejak awal harus diterima kehadirannya dengan curiga. Thomas Paine, filosof Amerika menyebut negara sebagai 'necessary evil' suatu kejahatan yang terpaksa kita perlukan. Karena kalau ia tidak ada bisa menjadi bencana besar," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA