Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bila Perlu, Tenaga Kerja Migran Indonesia Dibekali Sertifikasi Internasional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Kamis, 19 Desember 2019, 15:38 WIB
Bila Perlu, Tenaga Kerja Migran Indonesia Dibekali Sertifikasi Internasional
Diskusi buruh migran oleh PKB/Net
rmol news logo Pemerintah didorong untuk meningkatkan keahlian atau keterampilan tenaga kerja migran. Dengan begitu, tenaga migran asal Indonesia yang dikirim ke luar negeri tidak hanya dipekerjakan untuk bidang-bidang seperti asisten rumah tangga saja, tapi juga kerja terampil lainnya.

Demikian disampaikan Direktur Penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya dalam diskusi bertema "Buruh Migran Indonesia dari Perlindungan ke Grand Design Skill Worker" dalam rangka International Migrant Day, di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Rabu (18/12).

Dia menjelaskan, Indonesia seharusnya belajar dari India yang banyak mengirim tenaga kerja terampil. Banyak dokter atau peneliti asal India yang bekerja di berbagai negara lain seperti Amerika Serikat (AS).

"Indonesia perlu dorong pekerja migran medium dan high skill khususnya ke Asia Timur, Eropa dan AS," ujar Berly.

Menurutnya, para pekerja yang hendak dikirim ke luar negeri perlu mendapatkan pelatihan kerja dan tersertifikasi. Bahkan, bila perlu sertifikasi internasional.

"Jadikan pekerja migran sebagai jangkar dan pintu bagi pekerja dan ekspor masa depan. Pekerja migran sebagai pahlawan devisa dan pembangunan," tuturnya.

Senada dengan Berly, Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi Saiful Basri Anshori mengatakan, untuk menciptakan tenaga kerja terampil, pertama hal yang harus diperhatikan adalah pola rekrutmen harus jelas.

"Jangan lagi ada manipulasi umur, pendidikan dan sebagainya sehingga mudah bagi kita untuk melatih mereka. Selama ini kita sering menemukan adanya pemalsuan dokumen calon tenaga kerja migran," tuturnya.

Dia mencontohkan dalam proses mendapatkan sertifikat kerja, kerap kali pelatihan tidak dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

"Selama ini mereka hanya ingin mendapatkan sertifikat saja, bahkan cenderung dibuat palsu. Nah itu harus diperbaiki semua. Oleh kerana itu, kita harus manfaatkan BLK (Balai Latihan Kerja) secara optimal sehingga mereka benar-benar siap, mempunyai kemampuan untuk dikirim ke luar negeri, baik dari sisi pengetahuan maupun skill-nya," tuturnya.

Selain itu, Saiful juga menekankan agar pemerintah fokus dalam pemetaan sektor kerja bagi para tenaga migran. "Kita perlu pemetaan sektor mana yang harus kita garap betul sehingga kita nggak asal," urainya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan, seharusnya pemerintah Indonesia juga harus menyiapkan transformasi tata kelola migrasi tenaga kerja yang sebelumnya bersifat sentralistik menjadi desentralisasi. Transformasi ini membutuhkan kesiapan dari pemerintah daerah, mulai dari provinsi, kabupaten/kota hingga pada tingkat desa.

Namun demikian hingga saat ini juga belum ada langkah signifikan dalam proses transformasi ini.

"Langkah pendirian Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di beberapa daerah kantong pekerja migran belum diikuti dengan pemaksimalan fungsi-fungsi layanan publik di daerah untuk mendukung berlangsungnya mekanisme pelayanan penempatan pekerja migran berbasis perlindungan di daerah," katanya.

Menurut Wahyu, amanat UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pendidikan dan pelatihan juga akan lebih banyak dilakukan di daerah, namun hingga saat ini pemerintah masih lebih mengutamakan BLKN milik swasta untuk proses penyiapan calon pekerja migran. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA