Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pramono U. Tanthowi: Suap Wahyu Bukan Kongkalikong Internal KPU

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 11 Januari 2020, 16:19 WIB
Pramono U. Tanthowi: Suap Wahyu Bukan Kongkalikong Internal KPU
Pramono Ubaid Tanthowi/Net
rmol news logo Kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan berujung kepada dugaan adanya kongkalikong antara lembaga penyelenggara pemilu dengan partai politik.

Soalnya Wahyu Setiawan diduga menerima suap agar meloloskan permohonan PAW yang disampaikan PDI Perjuangan untuk anggota DPR RI Riezky Aprilia. PDIP menyorongkan nama Harun Masiku sebagai pengganti Riezky Aprilia.

Riezky Aprilia ditetapkan KPU sebagai anggota DPR RI karena mendapatkan suara terbanyak di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Ia yang dalam daftar berada di nomor urut 3 memperoleh 44.402 suara.

Setelah itu, suara terbanyak berikutnya diperoleh Darmadi Djufri (26.103 suara), Diah Okta Sari (13.310 suara), Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara), Harun Masiku (5.878 suara), Sri Suharti (5.699 suara), dan Irwan Tongari (4.240 suara).

Adapun caleg nomor 1 Nazaruddin Kiemas tidak mendapatkan suara karena meninggal dunia sebelum Pemilu 2019.

Selain para caleg, PDIP pun memperoleh 145.752 suara. Dengan demikian  jumlah suara sah yang diperoleh PDIP  dan para caleg adalah sebanyak 265.160 suara.

Dalam keterangannya, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, menjelaskan kasus ini berawal saat PDIP mengirimkan surat ke KPU tanggal 5 Agustus 2019.

Di laman Facebook miliknya, Pramono menggunakan istilah Partai X untuk menyebutkan PDIP.

Di dalam surat bernomor 2576/2019, PDIP meminta agar KPU melaksanakan Putusan MA, serta meminta perolehan suara Nazaruddin Kiemas diberikan kepada Harun Masiku.


Pada tanggal 26 Agustus 2019, KPU menjawab surat ini dan menyatakan, permohonan tidak dapat dipenuhi.

Setalah itu, pada 27 September 2019, KPU mendapat tembusan surat bernomor 72/2019 yang dikirimkan PDIP ke MA yang isinya memohon fatwa terkait Putusan MA No. 57.P/HUM/2019, dan isinya menyampaikan penolakan KPU atas permintaan PDIP.

“Karena sifatnya tembusan. KPU tidak menjawab surat tersebut,” tulis Pramono.

Pada tanggal 18 Desember 2019, KPU kembali menerima surat dari PDIP, kali ini surat itu bernomor 224/2019 dan bertanggal 6 Desember 2019. Surat berisi perihal permohonan pelaksanaan Fatwa MA dan mengusulkan PAW anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia untuk diganti dengan Harun Masiku.

Selanjutnya pada tanggal 6 Januari 2020, KPU menggelar Rapat Pleno dan memutuskan tidak dapat memenuhi permohonan PAW tersebut.

"Keputusan tersebut dituangkan dalam surat jawaban bertanggal 7 Januari 2020,” catat Pramono.

Pramono juga menjelaskan alasan mengapa KPU menolak permohonan PDIP.

“PAW anggota DPR digantikan oleh calon anggota DPR dengan perolehan suara terbanyak berikutnya di dapil tersebut (bukan sesuai kewenangan partai),” tegasnya.

Dengan demikian, menjadi terang benderang bahwa operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada  hari Rabu lalu (8/1) bukan hasil kongkalikong di dalam institusi KPU.

“Secara kolektif kolegial KPU telah menolak permohonan PAW dari Partai X. Dengan demikian, tidak ada lagi peluang untuk 'memainkan' kasus ini,” demikian Pramono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA