Begitu kata Gurubesar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menanggapi sikap tegas perintah.
Menurutnya, langkah yang diambil Kemlu dengan melakukan protes diplomatik dan memanggi Dutabesar untuk China sebenarnya sudah tepat. Tapi dampaknya tidak akan terlalu efektif.
“Ini karena China menganggap ZEE Natuna tidak dianggap ada. Justru yang dianggap ada adalah wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China,†ujarnya kepada wartawan, Kamis (16/1).
Atas dasar itu, China berpikir untuk bisa terus melindungi nelayan-nelayannya melaut di wilayah yang diklaim Indonesia.
“Bahkan Coast Guard Cina akan mengusir dan menghalau nelayan-nelayan Indonesia yang melakukan penangkapan ikan,†terangnya.
Atas alasan itu, Hikmahanto menyebut bahwa yang dilakukan Indonesia seharusnya tidak sebatas protes diplomatik. Tetapi, turut menghadirkan fisik otoritas perikanan bangsa ini di ZEE Indonesia.
“Mulai dari KKP, TNI AL dan Bakamla,†terangnya.
Para nelayan Indonesia pun harus didorong oleh pemerintah untuk mengeksploitasi ZEE Natuna. Bahkan para nelayan Indonesia harus diberi pengawalan oleh otoritas Indonesia.
Pengawalan ini dilakukan karena mereka kerap mendapat halauan atau pengusiran dari Coast Guard China.
Kehadiran secara fisik wajib dilakukan oleh pemerintah karena dalam konsep hukum internasional klaim atas suatu wilayah tidak cukup sebatas klaim diatas peta atau melakukan protes diplomatik, tetapi harus ada penguasaan secara efektif (
effecive control).
“Penguasaan efektif dalam bentuk kehadiran secara fisik ini penting mengingat dalam Perkara Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia melawan Malaysia, Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas dasar ini,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: