Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kasus Jiwasraya Dan ASABRI, Ingatkan Jokowi Pentingnya Patuh Pada Aturan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 23 Januari 2020, 14:45 WIB
Kasus Jiwasraya Dan ASABRI, Ingatkan Jokowi Pentingnya Patuh Pada Aturan
Presiden Joko Widodo/Net
rmol news logo Adanya kasus gagal bayar polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya hingga PT ASABRI sedianya menjadi alarm bagi pemerintah.

Sebab, ambisi untuk mengejar investasi sebagaimana digaungkan terus menerus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru nyaris mengabaikan amanat konstitusi. Terutama, UU 40/2014 tentang Peransuransian yang menyangkut nasib ribuan rakyat dirugikan dari kasus Jiwasraya dan ASABRI.

Hal itu, sedikit banyaknya membuat negara Indonesia "goncang".

Begitu disampaikan Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief kepada Kantor Berita Politik RMOL melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp sesaat lalu, Kamis (23/1).

"Pak Jokowi cenderung anti banyak peraturan, karena dianggap mengganggu investasi. Muncul mainan baru istilah keren Omnibus Law. Tuhan turunkan kasus Jiwasraya agar kembali ke rel hukum yang detail. Amanat UU 40/2014 tidak dijalankan, negara goncang," kata Andi.

Beredar kabar, dibalik skandal Jiwasraya ada dugaan keterlibatan pihak-pihak di "lingakaran istana" bahkan diduga masih berkaitan dengan Pemilu 2019 lalu.

Namun, untuk mengejawantahkan itu semua, seharusnya pemerintah hingga perwakilan-perwakilan yang duduk di kursi legislatif mengupayakan pembentukan panitia khusus (Pansus) Jiwasraya dan ASABRI untuk pengusutan kasus ini agar terang benderang.

"Kalau kekuasaan tidak terlibat dalam kasus-kasus korupsi megaskandal seperti Jiwasraya, harusnya memanfaatkan forum pansus buat koreksi dan pembenahan total," tegas Aktivis 98 ini.

Masih kata Andi, bukan malah hanya melokasir kasus yang merugikan keuang negara Rp13,7 triliun itu dengan pembentukan panitia kerja (Panja) di beberapa komisi di Parlemen. Sebab, hal itu ditakutkan akan menimbulkan maslah baru.

"Bagaimana mungkin ngotot panja jika akan bertambah masalah baru Asabri dll," katanya.

Selanjutnya, pangkal persoalan rangkaian kasus Jiwasraya hingga ASABRI itu harus ada yang bertanggungjawab. Merujuk konstitusi yang menjadi payung hukum bangsa Indonesia, pemerintahlah yang mesti bertanggungjawab.

"Siapa paling bersalah jika uang nasabah asuransi Jiwasraya, ASABRI, Taspen dll yang jadi megaskandal tidak terbayar? Yang paling bersalah pemerintah 2014 - 2019. Kenapa, karena tidak menjalankan UU No 40 th 2014 yg menyebut paling lama 3 tahun harus ada lembaga penjamin polis," demikian Andi.

Dalam kasus Jiwasraya, lima orang telah ditetapkan tersangka yakni eks kepala divisi investasi ‎jiwasraya Syahmirwan, eks direktur utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

Diketahui, Harry Prasetyo merupakan mantan 'orang istana', dia pernah menjabat di Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sebagai tenaga ahli utama.  

Kemudian, Komisaris PT Hanson Internasional Tbk Benny dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral, Heru Hidayat.

‎Kelimanya dijerat melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA