“Saya lebih tertarik mencari siapa yang menggerakan. Karena melihat bajunya baru, bukan seragam lama, kaya baru dibuat,†ucap Nico, saat ditemui di GBI Stairway From Heaven, Bandung, Kamis (23/1).
“Jadi saya tidak ingin membahas ini karena tidak akademis, kecuali ada data-data empiris. Kita adu data dengan data. Apa yang sudah berlandaskan hukum yang sudah real mau diadu dengan khayalan juga ngebahasnya jadi bingung,†tambahnya, dikutip
Kantor Berita RMOLJabar.
Nico pun menilai, ada yang ganjil dari kelompok tersebut. Hal itu terlihat dari atribut yang digunakan Sunda Empire yang terlihat seperti masih baru.
“Saya tertarik melihat baju seragam kok bagus banget ya, siapa yang biayain. Saya mau ngasih seragam organisasi saya aja bikin kaosnya mahal, ini bikin seragam lengkap dan baru. Dan melihat wajah orang-orangnya pun mereka tidak berbicara, mereka hanya sebagai boneka aja,†jelasnya.
“Jadi siapa yang mengumpulkan mereka itu lebih baik dicari dan lebih menarik untuk dicari tahu, siapa aktor intelektualnya dari pada bicara mengenai kerajaan yang gak ada,†sambungnya
Menurutnya, jika kelompok ini benar dipolitisir, maka harus dicari tahu apa motif di belakangnya.
“Ada aktor intelektual pasti, harus dicari tahu kenapa dan mau ngapain. Itu lebih menarik, karena Sunda Empire ini tidak ada sejarahnya,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.