Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rizal Ramli: Tanpa Fundamental Kuat, Gelembung Hanya Butuh Peniti Untuk Meletus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 04 Februari 2020, 17:41 WIB
Rizal Ramli: Tanpa Fundamental Kuat, Gelembung Hanya Butuh Peniti Untuk Meletus
Ekonom senior DR Rizal Ramli/Net
rmol news logo Kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak ubahnya dengan gelembung yang terus menggelembung dan rentan.

Begitu kira-kira pesan yang hendak disampaikan ekonom senior DR. Rizal Ramli yang baru-baru ini mengeluarkan teori tentang gelembung.

Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mengurai bahwa gelembung ekonomi yang muncul saat ini tidak mendapat dukungan fundamental yang kuat. Sebaliknya, pemerintah terus berupaya menutup gelembung tersebut dengan persepsi seolah semua tidak ada masalah.

“Gelembung tidak didukung oleh fundamental yang kuat, tapi oleh persepsi, PR, doping dan goreng-gorengan,” tuturnya tentang teori gelembung kepada wartawan, Selasa (4/2).

Gelembung yang demikian, sambung mantan Menko Kemaritiman itu, akan meletus sebagai bagian dari koreksi alamiah. Bahkan untuk meletus tidak memerlukan kehadiran kekuatan yang besar, cukup sentuhan kebenaran.

“Untuk meledak, tidak perlu linggis atau kampak, hanya butuh peniti-peniti kebenaran dan fakta riel,” tegasnya.

Belakangan, Rizal Ramli memang tengah konsen menyoroti utang Indonesia yang kian ugal-ugalan di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Rasio utang sudah mencapai mencapai 29,8 persen dari GDP.

Dia menguraikan bahwa sejarah rasio aman utang 60 persen PDB adalah berdasarkan dua kali rasio pajak negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.

“Rasio pajak negara-negara OECD adalah 30 persen, maka ditetapkan rasio pajak 2 x 30 persen, sama dengan 60 persen," ujarnya.

Sementara Indonesia, sambung Rizal Ramli, bukan negara maju yang rasio pajaknya tinggi. Rasio pajak Indonesia, kata RR, hanya 10 hingga 11 persen.

"Artinya, rasio aman utang Indonesia seharusnya adalah 2 kali 11 persen, alias 22 persen. Sedangkan kini rasio utang Indonesia sudah 29,8 persen GDP," tekan Rizal Ramli.

Rasio utang Indonesia, lanjut Rizal jelas sudah di atas batas aman. Karena berdasarkan ratio Debt-Service/Export Revenue, batas amannya hanya 20 persen.

"Rasio yang lazim digunakan untuk negara berkembang adalah kemampuan bayar utang suatu negara, yang dilihat dari ratio Debt-Service/Export Revenue. Batas aman adalah 20 persen," tegas mantan Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian ini.

Ancaman utang Indonesia, kata RR akan terus menggunung jika tak ada solusi nyata dari pemerintah. Pasalnya, pertumbuhan utang Indonesia jauh lebih cepat dari pertumbuhan PDB.

Utang pemerintah Indonesia setiap tahun bertumbuh rata-rata 20 persen. Sementara pertumbuhan PDB Indonesia hanya rata-rata 5 persen setiap tahun.

Jadi, tegas RR, utang pemerintah bertumbuh 4 kali lebih cepat dari pertumbuhan PDB.

Kondisi kini, anggaran pembayaran bunga utang tahun 2020 mencapai Rp 295 triliun. Sementara pembayaran pokok utang Rp 351 trilliun. Artinya, total pokok dan bunga utang Indonesia mencapai Rp 646 triliun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA