Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kasus Dugaan Rekayasa Usia Anggota DPRD Jabar, Ombudsman Tunggu Hasil Konsultasi Disdukcapil Subang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 06 Februari 2020, 16:00 WIB
Kasus Dugaan Rekayasa Usia Anggota DPRD Jabar, Ombudsman Tunggu Hasil Konsultasi Disdukcapil Subang
Kasus dugaan rekayasa umur anggota DPRD Jabar masih terus bergulir/RMOLJabar
rmol news logo Kasus pemalsuan data anggota DPRD Jawa Barat masih belum menemukan ujung. Bahkan, Ombudsman pun ikut turun tangan untuk memberesi masalah ini.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Subang yang terkait dengan perubahan data pun melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal itu dilakukan guna mendalami kasus dugaan rekayasa usia yang melibatkan anggota DPRD Jawa Barat.
 
Demikian dikemukakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto, kepada Kantor Berita RMOLJabar, Rabu (5/2).

“Terlapor (Disdukcapil Subang) meminta waktu untuk konsultasi dengan Kemendagri. Rujukannya apa yang harus dilakukan. Ini harus kita berikan waktu untuk mempertanggungjawabkan layanan publiknya,” kata Haneda.

Menurut Haneda, sangat dimungkinkan jika nantinya Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman dijadikan dasar ke pelaporan hukum.

“Silakan saja. Itu bukan kewenangan kami. Kalau pelapor menjadikan LAHP itu sebagai dasar, itu merupakan (bisa dijadikan) bukti pendukung,” jelas Haneda.

Baru kali ini Ombudsman menangani kasus seperti ini. Meski sebelum itu Ombudsman pernah juga menangani laporan yang terkait KTP-el.

“Dugaan mengubah atau memalsukan seperti kasus tersebut, kita baru kali ini (menangani). Kita temukan (dalam pemeriksaan kasus ini) syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Nanti aparat hukum yang menentukan apakah dipalsukan atau tidak,” bebernya.

Kewenangan Ombudsman, tambah Haneda, hanya memastikan prosedur itu memenuhi aspek hukum atau tidak. “Tapi nanti dalam LAHP itu (dicantumkan) perbuatan melawan hukum, hanya istilah dalam Ombudsman bahasanya maladministrasi,” ucapnya.

Sempat Ditolak

Kasus ini berawal saat seorang anggota DPRD Jabar masih berstatus calon anggota DPRD (Caleg). Informasi yang didapat Kantor Berita RMOLJabar, dalam proses tersebut, dokumen pendaftaran yang bersangkutan sempat ditolak oleh sistem aplikasi partainya karena dianggap tidak memenuhi syarat usia 21 tahun untuk menjadi anggota DPRD.

Sesuai UU No 7 tahun 2017, seorang calon anggota DPRD Provinsi harus berusia 21 tahun atau lebih saat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) pada 23 September 2018 lalu. Sementara dalam KTP yang bersangkutan tercantum 30 Oktober 1997. Artinya belum berusia 21 tahun pada saat DCT ditetapkan.

Menyadari dirinya ditolak saat pendaftaran caleg, yang bersangkutan pun bergerak cepat. Pada Sabtu 14 Juli 2018, dia mendatangi Disdukcapil Subang untuk mengurus Akta Kelahiran dan KK. Hari itu juga Akta Kelahiran dan KK yang bersangkutan dikeluarkan Disdukcapil Subang.

Padahal seperti diketahui, untuk mengurus administrasi semacam ini bisa memakan waktu lebih dari 1 hari. Sesuai pengakuan pihak Disdukcapil Subang, Akta Kelahiran dan KK yang bersangkutan bisa diterbitkan tanpa dokumen pendukung apa pun. Dalam Akta Kelahiran dan KK yang baru, tanggal kelahiran yang bersangkutan berubah menjadi 30 Oktober 1996.

Alasan Disdukcapil Subang menerbitkan Akta Kelahiran dan KK baru dengan tahun kelahiran yang berbeda dengan dokumen kependudukan sebelumnya adalah karena ada kerabat yang bersangkutan mengurus dokumen tersebut. Disdukcapil menyebut orang tersebut adalah seorang tokoh.

“Mau disebut ada tekanan atau tidak, ya mangga (silakan). Kita melihat dia kan seorang tokoh, masa berbohong,” kata Sekretaris Disdukcapil Subang Yono Sutaryana saat dihubungi.

Kantor Berita RMOLJabar coba memastikan siapa yang disebut-sebut kerabat yang mengurus dokumen Akta Kelahiran dan KK yang bersangkutan saat itu. Pihak Disdukcapil Subang membenarkan bahwa yang mengaku kerabat yang bersangkutan itu berinisial S, salah satu anggota DPRD Subang.

“Betul, itu. Ya saudara dekat,” ujar Yono membenarkan informasi tersebut, pada Rabu (5/2).

Unpad Copot Operator Database

Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ikut dikaitkan dalam kasus ini. Hal itu bukan tanpa alasan. Karena data diri yang bersangkutan di ijazah Unpad pun diketahui telah diubah.

Tahun kelahiran yang bersangkutan juga berbeda dengan dokumen data diri saat anggota DPRD Jabar tersebut mendaftar ke Unpad. Pada 13 Juli 2018, yang bersangkutan yudisium dari Fisip Unpad. Yang bersangkutan meminta secara lisan kepada Unpad untuk mengubah tahun kelahiran yang nanti dicetak dalam ijazah. Pihak Unpad sendiri mengakui hal tersebut.

Saat melakukan pendaftaran ke Unpad, yang bersangkutan menggunakan dokumen pendukung kelahiran 1997. Namun pada 16 Juli 2018 ada permintaan perubahan data dari yang bersangkutan.

“Data sudah kita sampaikan, permintaan perubahan data (dari kelahiran 1997 ke kelahiran 1996) baru ada di 16 Juli 2018. Ya (waktu mendaftar ke Unpad menggunakan dokumen kelahiran 1997),” beber Direktur Komunikasi Unpad, Aulia Iskandarsyah.

Untuk mencabut ijazah atau merevisi kembali ijazah yang bersangkutan, Unpad harus melalui beberapa proses. Unpad menganggap pihaknya telah menjalankan kewajibannya memberikan informasi kepada publik.

“Itu berproses ya (mencabut atau merevisi data dalam ijazah yang bersangkutan). Sekarang kan aduan masyarakatnya itu permintaan informasi, sudah kita sampaikan permintaan informasi tersebut,” jelas Aulia.

Unpad juga telah mencopot operator yang diduga terkait dengan perubahan database mahasiswa dalam kasus dugaan rekayasa usia seorang anggota DPRD Jabar.

“Operatornya sudah dipindah ke bagian lain. Sudah tidak memegang updating data lagi,” ungkap Direktur Tata Kelola dan Komunikasi Publik Unpad, Aulia Iskandarsyah, Selasa lalu (21/1).

Golkar No Comment


Kantor Berita RMOLJabar juga mencoba menelusuri untuk mendapatkan fakta-fakta baru kasus ini. Termasuk menghubungi Ketua Fraksi Partai Golkar, Yod Mintaraga

“Saya no comment. Jangan ke saya,” kata Yod.

Begitu pun politikus senior Golkar sekaligus anggota DPRD Jabar, Ali Hasan, yang mengaku tak mau berkomentar banyak. Ali hanya menyampaikan pihaknya sudah mengetahui kasus tersebut secara jelas dan yang bersangkutan juga kini jarang terlihat aktif di kantor DPRD Jabar.

“Kasusnya sangat jelas, tinggal terserah yang berwajib menanganinya, kita nggak menangani itu, cuma saya tahu kasusnya sangat jelas. Semua bukti otentik jelas. Tapi saya nggak mau ikut campur, saya diamkan saja, terserah. Biar mereka tanggung jawab sendiri,” ucapnya.

“Saya ikut campur nggak enak, ke bersangkutan juga nggak enak, budak bageur (anak baik). Selama Februari ini ngga ada (terlihat), kunjungan juga nggak pernah ngikut,” kata Ali.

Terkait kasus ini, Ali mengarahkan Kantor Berita RMOLJabar bertanya kepada anggota Partai Golkar yang lain.

“Saya no comment lah, lebih baik ke Ketua Fraksi atau ke Pak Sukim. Saya mah no comment,” ucap Ali, Rabu (5/2). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA