Secara jelas, hal itu bisa dilihat dari sikap
civil society dalam proses penyusunannya hingga pasca penyerahan drafnya ke DPR RI.
Beberapa hal yang dianggap bermasalah ialah BAB ketenagkerjaan, karena secara substansi menebas jaminan kesejahteraan buruh. Selain itu, BAB XIII tentang ketentuan lain-lain, tepatnya di Pasal 170 juga cacat hukum. Sebab, poin ini mengatur kewenangan pemerintah yang dapat mengubah Undang-Undang lewat Peraturan Pemerintah (PP).
Seolah tak mau diam, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara dan mencoba meluruskan wacana tentang RUU ini.
Ia tak menyalahkan beragam polemik yang menguat terkait RUU tersebut, namun perlu dilihat secara kontekstual, misalnya terkait Pasal 170.
"Kalau yang salah ketik itu hanya satu kan (Pasal 170). Kalau yang dianggap bermasalah itu soal beda pendapat, aspirasi, itu bukan karena salah tapi karena berbeda pendapat. Kalau beda pendapat (sebaiknya) diperdebatkan di DPR," kata Mahfud MD saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
Lebih lanjut, Mahfud mengimbau kepada masyarakat dan
civil society tidak khawatir. Sebab menurutnya, 260an juta masyarkat Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mengawasi proses legislasi yang berjalan di DPR.
"Jadi silakan masyarakat yang melihat ada perlu perbaikan, baik karena tidak sependapt maupun karena dianggap keliru, sampaikan di sana (DPR)," tutur Mahfud MD.
"DPR punya forum untuk memperbaiki itu. Nanti ada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum)," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.