Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Nama Ciamis Menjadi Galuh, Guru Besar Unpad: Itu Hal Yang Mudah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 21 Februari 2020, 10:00 WIB
Soal Nama Ciamis Menjadi Galuh, Guru Besar Unpad: Itu Hal Yang Mudah
Guru Besar Sejarah Universitas Padjajaran, Nina Herlina Lubis/RMOLJabar
rmol news logo Wacana mengbah nama Kabupaten Ciamis menjadi Galuh sudah muncul sejak era Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Bahkan sejak 2006 silam, Profesor Sobana Hardjasaputra pun pernah mengusulkan hal itu.

Saat selesai Pilkada, banyak tokoh masyarakat yang mengusulkan kembali perubahan nama Ciamis itu ke Pasangan Herdiat Sunarya dan Yana D. Putra. Namun sampai saat ini usulan itu belum juga terealisasi.

Guru Besar Sejarah Universitas Padjajaran, Nina Herlina Lubis mengatakan, perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi Galuh bukan perkara yang sulit. Karena perundang-undangan yang mengatur hal itu sudah jelas. Pernyataan Prof Nina itu bukan omong kosong, pasalnya dia sudah pernah melakukan itu di beberapa kabupaten/kota lain.

“Mengubah nama kabupaten/kota mudah itu. Kan dulu, sejarahnya, Kabupaten Galuh diganti namanya menjadi Ciamis pada tahun 1915. Kalau mau diubah lagi menjadi kabupaten Galuh itu ada aturannya,” kata Nina di Pendopo Ciamis, Kamis (20/2).

Langkah pertama, sebut Prof Nina,  Pemerintah Kabupaten Ciamis harus membuat naskah akademik yang melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu.

“Kita harus membuat naskah akademis. Harus ada ahli sosiologi, ahli antropologi, dan ahli hukum,” ucapnya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

“Setelah naskah akademis ini dibuat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus membuat panitia khusus (Pansus). Naskah akademik yang dibuat tim (kemudian) diserahkan Bupati kepada DPRD,” lanjutnya.

Pansus itu harus membaca laporan naskah akademis. Lalu, lanjutnya, DPRD mengadakan Focus Group Discussion (FGD), dengan mengundang stakeholder, tokoh masyarakat dan para pembuat naskah akademik.

“Setelah selesai itu, kami membuat laporan hasil uji publik biasanya langsung di-vooting. Jadi laporan ini digodok oleh Pansus DPRD. Selanjutnya Pansus yang melakukan sosialisasi ke masyarakat,” ucapnya.

Dia mengungkapkan, lantaran sudah pernah melakukan perubahan nama di beberapa kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Sehingga, Nina sudah punya tim untuk melakukan perubahan nama itu.

Pengalaman yang pernah dia lakukan bahkan waktu yang diperlukan untuk merubah nama kabupaten/kota pun tidak lebih dari setahun.”Saya mah tidak setahun, kurang dari setahun,” ungkapnya.

Bahkan, lanjutnya, dana untuk perubahan nama kabupaten/kota juga terbilang kecil.  Prof Nina mengungkapkan biaya untuk naskah akademik dan seminar uji publik memakan biaya sekitar Rp 70 juta.

Kemudian, lanjutnya, ada biaya untuk Pansus. Pansus itu kemudian rapat dan melakukan satu di Banding.

“Biasanya, untuk studi banding saya arahkan. Pergi ke kabupaten yang sudah pernah diubah namanya,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA