Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, dapil Sumut 12 (Kota Binjai dan Kab Langkat), Hendro Susanto mengapresiasi dan menyambut positif keputusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan bahwa Pemerintah/BPJS Kesehatan harus mengembalikan kelebihan iuran yang sudah dibayarkan peserta pada Januari dan Februari 2020.
“Pemerintah atau BPJS Kesehatan harus segera menyusun teknis pengembalian uang tersebut,†Ujar Hendro Susanto kepada
Kantor Berita RMOLSumut, Rabu (11/3).
Langkah tersebut, menurut Hendro Susanto, harus dilakukan menyusul putusan MA terkait pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Jika pemerintah konsisten terhadap konsep 'equality before the law' dan 'rule of law', putusan MA wajib dilaksanakan,†tegasnya.
Teknis pengembalian menurutnya harus segera disusun melalui regulasi/tupoksi agar masyarakat, dalam hal ini peserta BPJS Kesehatan, segera mendapatkan kepastian hukum dan uangnya kembali. Regulasi/tupoksi tersebut juga diperlukan agar aparat di lapangan tidak kebingungan.
“Prinsipnya, jangan sampai hak-hak konsumen yang sudah membayar iuran dikurangi atau dirugikan, jangan pemerintah zalim kepada masyarakat †tuturnya.
Hendro Susanto menambahkan, jika kelebihan iuran Januari dan Februari tidak dikembalikan, peserta BPJS Kesehatan bisa menyelesaikan persoalan tersebut melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di kabupaten/kota se-Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 jo Pasal 45 ayat (3) UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Ini bisa menjadi opsi penyelesaian sengketa secara cepat, sederhana, dan biaya ringan,†ujarnya.
Dia juga meminta agar pemerintah tidak arogan, otoriter, dan sewenang-wenang, dengan mengabaikan putusan MA. Apalagi, Indonesia adalah negara hukum
rechtsstaat atau
rule of law.“Sebetulnya pembuat dan penandatangan Perpres No 75 Tahun 2019 harus malu sampai MA membatalkan hasil kerja mereka. Hal itu membuktikan bahwa peraturan tersebut bertolakbelakang dengan kondisi/aspirasi masyarakat,†kata hendro.
Ia menuturkan, dalam persoalan BPJS Kesehatan sejatinya bukan hanya kenaikan iuran yang melanggar perundang-undangan. Peraturan tentang pengenaan sanksi kepada masyarakat yang menunggak iuran dengan tidak melakukan pelayanan publik pun dia nilai melanggar UUD 1945 dan UU No 25 Tahun 2009.
“Harusnya negara hadir dalam membantu masyarakat, banyak hal yang menjadi sorotan dan aduan dari masyarakat. Mulai dari fasilitas kesehatan baik tingkat I dan rujukan harus diperbaiki dan dimonitoring secara berkala. Klaim RS-RS se-Indonesia yang BPJS Kesehatan masih nunggak 4 sampai 5 bulan harus segera dibayarkan, agar tidak terganggu pelayanan kesehatan pada pasien BPJS,†demikian Hendro.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: