Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Marak Kekerasan Di Sekolah, Fahira Idris: Sekolah Ramah Anak Harus Jadi Program Prioritas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 11 Maret 2020, 15:56 WIB
Marak Kekerasan Di Sekolah, Fahira Idris: Sekolah Ramah Anak Harus Jadi Program Prioritas
Fahira Idris/Istimewa
rmol news logo Kasus kekerasan yang dialami dan dilakukan anak-anak usia sekolah belakangan tengah jadi sorotan. Mulai dari Malang, Purworejo, hingga terakhir kasus perundungan di salah satu SMK di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Padahal, sekolah dan institusi pendidikan sejatinya adalah tempat bagi siapa pun untuk menjadi manusia seutuhnya. Agar berani mengubah penindasan menjadi keadilan, ketertinggalan menjadi sebuah peradaban, dan kekerasan menjadi kedamaian.

Anggota DPD RI, Fahira Idris mengungkapkan, persoalan kekerasan baik verbal, fisik, bahkan seksual di sekolah memang menjadi tantangan di banyak negara di dunia. Bahkan banyak negara menjadikan persoalan ini sebagai program prioritas demi menekan dan menghilangkan aksi kekerasan yang terjadi di sekolah.

Beberapa negara sudah berhasil menekan aksi kekerasan di sekolah dengan memformulasikan cetak biru pendidikan anti-bullying yang berisi kerangka kerja terperinci sebagai landasan kebijakan, sasaran, strategi hingga detail kegiatan serta teknis pelaksanaan di mana sekolah menjadi yang terdepan mengimplementasikannya.

“Tentunya (kekerasan di lingkungan sekolah) ini harus menjadi perhatian semua pihak. Sebenarnya kita sudah punya konsep dan formulasi yang menurut saya cukup efektif dan komprehensif yaitu Sekolah Ramah Anak (SRA). Dengan berbagai penyempurnaan, hemat saya, SRA bisa diperluas implementasinya dan dijadikan program prioritas untuk menekan dan menghentikan kekerasan di sekolah,” ujar Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut Fahira, SRA yang digagas sejak 2014 dan sudah diimplementasikan beberapa sekolah sangat efektif menekan bahkan menihilkan angka kekerasan di sekolah. Formulasi SRA yang ada saat ini cukup komprehensif. Mulai dari konsep, komponen, tujuan, hingga tahapan pembentukan (persiapan; pelaksanaan; perencanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan).

Selain sekolah diwajibkan menjadi wilayah yang bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat, asri, dan nyaman, komponen penting dari SRA ini adalah mengedepankan partisipasi anak dan mengutamakan kolaborasi mulai dari orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha, stakeholder lainnya, bahkan hingga alumni.

Konsep perlindungan peserta didik SRA, lebih luas dari sekadar mencegah terjadinya kekerasan di sekolah baik antarsiswa, guru dengan siswa ataupun sebaliknya, atau orang tua murid dengan guru.

Ini karena SRA bertujuan menciptakan iklim kehidupan di sekolah yang sama sekali tidak ada kekerasan. Dalam SRA, peserta didik dilatih dan digerakkan hatinya dengan pembiasaan-pembiasaan yang positif sehingga tidak menjadi pelaku kekerasan, bahkan terhindar dari perilaku buruk lainnya seperti merokok dan narkotika.

Semangatnya SRA, sambung Fahira, adalah menciptakan hubungan antarwarga sekolah yang lebih baik, akrab, dan berkualitas yang memang menjadi kunci untuk menghentikan kekerasan di sekolah.

Untuk itu, berbagai instansi terkait terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Pemerintah Daerah, perlu duduk bersama untuk melakukan percepatan implementasi SRA.

“Masih sedikit sekolah yang menyandang status SRA di Indonesia, padahal ini jawaban persoalan kekerasan di sekolah. Mudah-mudahan semua stakeholder terkait tergerak untuk melakukan percepatan SRA di semua sekolah yang ada di Indonesia,” pungkas Fahira. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA