"Itu soal teknis saja, pemerintah mendatangkan lebih dari 100 ribu rapid test kit dan akan test massal juga. Jadi soal massal atau sendiri itu nggak perlu jadi masalah," terang Arsul.
Ia meluruskan penyebutan 'massal' yang menjadi polemik. Pemerintah tidak pernah memaksakan anggota dewan melakukan rapid test secara berbarengan.
"Karena istilah massal itu nggak pas juga. Yang ada, infonya (adalah) kesekjenan akan sediakan waktu 1-2 minggu bagi anggota DPR yang mau tes. Itu saja, Kenapa kok jadi ribut?" ujar Arsul kepada wartawan, Senin (23/2).
Adanya kasus suspect yang berasal dari salah seorang petugas keamanan membuat pemerintah menyarankan agar anggota dewan melakukan test tersebut.
"Apa lagi sudah ada yang suspect juga. Yang berkenan saja. Saya sendiri juga belum memutuskan apakah mau tes atau tidak," terangnya.
Arsul mengaku belum sempat bertemu dengan Sekjen DPR, Indra Iskandar, sehingga belum mendapat informasi yang lebih jelas lagi.
"Saya sepulang dari dapil ketemu banyak orang, maka sejak Selasa lalu saya self-isolation. Belum sempat bertemu. Nanti saya tanya dulu detil rencananya kepada Sekjen DPR, termasuk apakah itu pakai APBN atau biaya patungan atau sumbangan dari para anggota termasuk pimpinan DPR," sebut Arsul.
Sebelumnya, diinformasikan bahwa seluruh anggota DPR dan keluarga bakal menjalani tes virus Corona pekan ini. Namun, Fraksi PKS DPR RI meminta rencana ini dibatalkan.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan tes sebaiknya memprioritaskan orang yang punya gejala.
"Intinya, Fraksi PKS DPR tidak setuju jika diadakan tes Corona kepada seluruh anggota DPR dan keluarganya. Di tengah kondisi seperti sekarang setiap anggota DPR harus mengutamakan rakyat,' ujarnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: