Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun menilai keputusan kepala daerah itu diambil lantaran pemerintah terlalu lamban ambil keputusan dan terlihat kikuk dalam menghadapi situasi darurat.
Semua itu, katanya, terjadi lantaran sejak awal pemerintah menampakkan arogansi dan seolah menyepelekan pagebluk Covid-19. Buntutnya, saat virus dari Wuhan, China itu masuk, pemerintah kelabakan.
"Di saat yang sama ekonomi Indonesia terlihat rapuh, ada badai eksternal langsung cepat anjlok, buktinya nilai rupiah langsung Rp 16.000 per dolar AS,†ucap Ubedilah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (30/3).
Situasi tersebut kata analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini membuat Presiden Jokowi panik dan gamang untuk mengambil keputusan.
"Jadi fenomena daerah pada
lockdown duluan itu lebih karena disebabkan kegamangan dan kebingungan presiden ambil keputusan," jelas Ubedilah.
Kebingungan itu pun tampak terlihat di saat pemerintah pusat baru mulai membuat Peraturan Pemerintah (PP), pemerintah daerah sudah banyak yang memutuskan untuk
lockdown atau karantina wilayah.
"Buktinya telat membuat peraturan turunan dari UU 6/2018 itu. Baru hari ini mau buat PP-nya. Sementara yang terpapar Covid-19 sudah seribu dua ratusan orang," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.