Padahal, kata Gurubesar Hukum Pidana Universitas islam Indonesia (UII), Mudzakkir, sebagai orang yang belum tentu bersalah, tahanan yang masih menunggu putusan banding perlu dibebaskan terlebih dahulu.
“Jadi dikeluarin (tahanan yang belum inkrah) mungkin dengan jaminan keluarganya, kalau sudah inkracht, putusannya sudah keluar, tinggal dipanggil kembali untuk menjalani sisa masa hukuman,†kata Mudzakir kepada wartawan, Rabu (1/4)
Menurut Mudzakir, jika tahanan itu hanya menunggu putusan banding, dan semua proses pemeriksaan intensif sudah dilakukan, maka lebih baik dibantarkan.
Apalagi dengan tinggal di rumah dan mendapatkan jaminan dari keluarga membuat mereka lebih aman dari penularan virus corona atau Covid-19.
“Kalau yang dalam tahanan, dia sudah diperiksa sudah intensif apa belum. Kalau potensi tidak melarikan diri, ya barangkali bisa dilepaskan dari tahanan,†jelasnya.
Sementara itu terkait isi Keputusan Menkumham tentang Pengeluaran dan Pembebasan Napi dan Anak yang ditandatangani pada 30 Maret 2020 lalu, Mudzakir melihat ini diskriminatif.
Pasalnya tidak semua narapidana bisa mendapatkan pembebasan dalam kondisi darurat seperti ini. Pembebasan itu seharusnya diberikan kepada semua narapidana yang masa hukumannya tinggal beberapa bulan saja, sehingga semuanya bisa mendapatkan keringanan.
“Mestinya argumen utamanya adalah mereka yang mau dikeluarin adalah orang-orang yang dalam beberapa bulan yang akan datang sudah harus keluar tahanan,†katanya.
Sebagaimana diketahui Kemenkumkan mengeluarkan Kepmen M.HH-19.PK.01.04.04/2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Namun, Kepmen ini masih membatasi napi yang berhak mendapkan keringanan yaitu sebagaimana yang diatur dalam PP 99/2012.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.