Selain itu, perppu juga berpotensi menimbulkan kasus korupsi di kalangan elite karena ada kekebalan dari jerat hukum.
Menyikapi polemik tersebut, anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PPP Achmad Baidlowi membenarkan bahwa perppu tersebut tidak sempurna, namun dia meminta memaknainya harus dalam konteks kedaruratan.
“Memang ketentuan itu menimbulkan perdebatan. Tapi memaknainya harus dalam konteks kedaruratan, karena dalam situasi darurat bisa saja pelaksanaan anggaran seringkali keluar dari pakem karena urgent,†ujar Awiek kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (2/4).
Politisi PPP ini meminta agar pemerintah dapat mengunakan anggaran R.405,1 triliun itu tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Terpenting penggunaan anggaran sebenar-benarnya untuk kepentingan rakyat dalam hal penanganan Covid-19.
“Yang tidak boleh jika pasal tersebut dimaknai sebagai kesempatan bagi pengguna anggaran untuk bertindak di luar ketentuan,†ujarnya.
Dia mengilustrasikan mengenai pencairan anggaran penanganan Covid-19, seperti pembelian APD dan alkes yang membutuhkan tanda tangan pejabat berwenang.
“Karena situasi darurat, di mana tidak memungkinkan untuk bertemu, maka tanda tangan via scan dan uangnya dicairkan untuk digunakan pembelian APD dan alkes untuk penanganan covid. Nah, yang begini harusnya boleh karena situasi darurat atau keadaan tertentu,†katanya.
“Yang tidak boleh apabila memanfaatkan situsi untuk mengeruk keuntungan pribadi dan kelompok,†tambahnya.
Menurut Baidlowi, jika ada yang tidak berkenan dengan terbitnya perppu tersebut, Awiek meminta masyarakat ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Namun demikian, bagi pihak-pihak yang tidak sepakat bisa mengajukan gugatan ke MK,†tandasnya
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.