Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun mengatakan, surat telegram Kapolri dianggap sangat berlebihan dalam situasi persoalan kesehatan.
"Surat telegram Kapolri tanggal 4 April 2020 itu berlebihan terutama pada poin kedua langkah pertama dan langkah keempat terkait patroli siber yang didalamnya memuat perintah untuk mengambil langkah diantaranya terhadap mereka yang dinilai melakukan penghinaan terhadap presiden atau pejabat negara," ucap Ubedilah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/4).
Karena, kata Ubedilah, nantinya dipastikan akan adanya tafsir subjektif dari aparat maupun pejabat tentang yang dimaksud dengan penghinaan.
"Oleh karenanya ini bisa memicu kegaduhan baru ditengah-tengah masyarakat dalam situasi Pandemi Covid-19," tegas Ubedilah.
Bahkan, lanjutnya, surat telegram Kapolri tersebut juga seakan-akan sedang berada di dalam situasi darurat sipil.
"Langkah seperti itu juga bisa ditafsirkan mengarah kepada situasi darurat sipil di mana negara memata-matai warga negara secara keseluruhan termasuk lalu lintas komunikasi warga negara," jelasnya.
Selain itu, analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun menilai ST Kapolri tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.
"Lebih dari itu, langkah tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat warga sesuai Pasal 28 UUD 1945," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: