Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun mencontohkan kasus Kartu Prakerja. Di mana perusahaan milik Stafsus Jokowi, Adamas Belva Syah Devara menjadi salah satu yang ditunjuk sebagai aplikatornya.
Proyek bernilai triliunan rupiah ini seharusnya berada di bawah pengawasan KPK dan melalui proses lelang tender.
“Karena melebihi Rp 200 juta harusnya pakai tender," ujar Ubedilah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (18/4).
KPK harus mengawasi lantaran besaran biaya pelatihan yang dianggarkan oleh pemerintah adalah senilai Rp 1 juta per penerima Kartu Prakerja.
Artinya, jika jumlah penerima yang ditargetkan adalah 5,6 juta orang, maka nilai proyek Kartu Prakerja yang diberikan pada perusahaan mitra adalah sebesar Rp 5,6 triliun, dari total anggaran sebesar Rp 20 triliun.
Kehadiran KPK semakin perlu lantaran salah satu aplikator mitra adalah perusahaan dari Stafsus Jokowi, Adamas Belva Syah Devara, yakni Ruangguru. Hal ini tentu memunculkan dugaan adanya
abuse of power dan
conflict of interest di lingkungan Istana Negara.
"KPK mestinya memantau tanda-tanda penyalahgunaan keuangan negara tersebut," pungkas Ubedilah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: