Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Refly Harun Urai Rasa Herannya Pada Harun Masiku Yang Ngotot Jadi Anggota DPR

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 22 April 2020, 12:57 WIB
Refly Harun Urai Rasa Herannya Pada Harun Masiku Yang Ngotot Jadi Anggota DPR
Refly Harun/Net
rmol news logo Pakar hukum tata negara dan pengamat politik, Refly Harun mengaku heran dengan kader PDIP Harun Masiku yang ngotot ingin menjadi anggota DPR RI menggantikan posisi caleg yang meninggal dunia dengan perolehan suara terbanyak.

Dalam akun YouTube pribadinya, Refly Harun menyampaikan duduk perkara persoalan adanya kasus suap yang diakibatkan Harun Masiku ingin menjadi anggota DPR.

Harun Masiku sendiri merupakan calon legislatif di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I dari PDIP.

"Mengenai duduk persoalan Harun Masiku ini yang barangkali publik tidak terlalu jelas kenapa tiba-tiba Harun Masiku ngotot ingin menjadi anggota DPR, padahal perolehan suaranya hanya nomor 6," ucap Refly Harun dalam video yang diunggah pada Selasa (21/4) kemarin.

Bahkan, Refly pun mengaku heran dengan upaya DPP PDIP yang juga memperjuangkan Harun Masiku agar menjadi anggota DPR RI. Termasuk dengan bertanya-tanya mengenai alasan PDIP harus membayar kepada anggota KPU, Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku.

“Yang akhirnya (Wahyu Setiawan) dicokok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan satu orang lagi Saeful Bahri," herannya.

Refly lantas menjelaskan duduk persoalan kasus ini. Di mana, sebelum Pemilu 2019 berlangsung, Caleg Dapil Sumsel 1 dari PDIP dengan nomor urut 1 yakni Nazaruddin Kiemas meninggal dunia sebelum hari pencoblosan. Akhirnya, KPU pun telah mencoret Nazaruddin Kiemas dari daftar tetap caleg di daerah tersebut.

Pada hari pencoblosan, Nazaruddin ternyata memperoleh suara terbanyak dibanding caleg lainnya dari PDIP di Dapil Sumsel 1.

"Aturan KPU mengatakan, bahwa suara ini tetap sah dihitung sebagai suara PDIP. Walaupun orangnya sudah meninggal, karena ini adalah sistem proporsional, jadi nyoblos orang itu tetap dianggap suara partai politik juga," jelas Refly.

Namun, suara Nazaruddin menjadi nol. Sehingga setelah dihitung dari perolehan suara partai, PDIP mendapatkan satu kursi di Sumsel 1.

"Maka tentu saja akan jatuh pada suara terbanyak nomor 2 di luar Nazaruddin Kiemas. Dialah yang namanya Riezky Aprilia," kata Refly.

"Rupanya mungkin Reizky ini bukan orang yang direstui ya untuk menjadi anggota DPR. Rupanya DPP PDIP mungkin menginginkan Harun Masiku atau entah Harun Masiku yang melobby DPP PDIP," sambung Refly.

Namun demikian, kata Refly, Harun Masiku yang memperoleh suara dengan urutan ke enam, maka secara teoritis tidak mungkin menggantikan posisi Nazaruddin Kiemas.

"Kalau nomor dua katakanlah tidak memenuhi syarat atau dipecat seperti beberapa orang di Partai Gerindra termasuk berada di atasnya Mulan Jameela, sehingga Mulan Jameela bisa masuk misalnya. Maka urutannya masih panjang. Jadi harus memecat nomor 2, nomor 3 nomor 4 nomor 5 baru nomor 6 masuk," terang Refly.

Dari hasil penetapan KPU itu, terjadinya pengajuan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh DPP PDIP. Judicial Review diajukan terhadap ketentuan KPU yang mengatakan bahwa suara yang meninggal itu adalah tetap sah menjadi suara partai politik bukan suara orang yang meninggal.

“Nah rupanya PDIP tidak puas dengan aturan seperti itu yang sesungguhnya sesuai dengan sistem proporsional terbuka," tuturnya.

Dalam pengajuan JR ke MA tersebut, DPP PDIP melalui kuasa hukumnya meminta agar MA menetapkan bahwa suara yang meninggal dunia itu tetap suara yang meninggal.

"Jadi misalnya Nazaruddin Kiemas mendapatkan suara yang terbanyak, ya tetap dihitung dia sebagai pemilih suara terbanyak, tetapi karena yang bersangkutannya meninggal maka suara tersebut menjadi suara yang tak bertuan lalu kemudian PDIP menginginkan mereka bisa menentukan siapapun yang akan mereka tunjuk sebagai pengisi kursi yang kosong itu Nazaruddin kiemas," terangnya.

Menurut Refly, hal tersebut tidak konsisten dengan sistem proporsional terbuka. Akan tetapi MA meloloskan permohonan DPP PDIP, yakni bahwa suara orang yang meninggal tetap dianggap suara orang yang meninggal tersebut, sementara suara orang yang tidak memenuhi syarat dianggap suara partai politik.

"Jadi walaupun dia sudah meninggal dia tetap dihitung suaranya dan dia tetap dianggap yang mendapatkan kursi. Tapi karena dia sudah meninggal maka suaranya diambil alih Partai politik dan terserah partai politik mau memberikannya kepada siapa. Nah di sinilah celahnya Harun Masiku mau bermain," beber Refly.

Sebelumnya, Refly pun juga mengaku heran dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto yang mau menandatangani surat kuasa atas pengajuan JR ke MA tersebut.

"Wah itu berarti canggih betul lobby Harun Masiku ini," kata Refly.

Refly melanjutkan, meskipun MA mengabulkan hal yang diminta bahwa suara tersebut merupakan suara milik partai. Tetapi permintaan agar partai politik diberikan untuk keleluasaan untuk menetapkan siapa yang akan mengisi kursi tersebut tidak dikabulkan.

"Karena MA mengatakan itu bukan ranah Judicial Review, itu adalah ranah yang lain karena sudah pelaksanaan dari UU," terangnya.

Putusan MA tersebut selanjutnya diajukan ke KPU agar KPU dapat melaksanakan putusan JR ke MA yang diajukan DPP PDIP tersebut.

"Ketika diajukan kepada KPU, ternyata KPU menolak dan saya setuju penolakan tersebut karena saya paham orang-orang KPU itu adalah orang-orang yang paham betul dengan pemilu dengan sistem proporsional terbuka," katanya.

Waktu pun berjalan dengan harapan Harun Masiku pupus setelah Riezky Aprilia dilantik menjadi anggota DPR RI pada 1 Oktober 2019 sesuai yang ditetapkan KPU sebagai caleg dengan perolehan suara terbanyak setelah Nazaruddin.

"Tetapi rupanya di tengah jalan Harun Masiku masih ngotot, DPP PDIP masih mengusulkan yang bersangkutan untuk bisa PAW dengan Harun Masiku ini. Jadi yang tadinya minta ditetapkan karena sudah ditetapkan orang lain, ngotot juga untuk PAW," terangnya.

Namun demikian, kata Refly, PAW pun Harun Masiku tidak memenuhi syarat. Karena Harun Harun berasa di urutan nomor 6 dari perolehan suara terbanyak.

Sehingga, jika PAW yang dilakukan berdasarkan syarat yang ditentukan hanya bisa dilakukan oleh suara terbanyak ketiga yakni suara terbesar di bawah Riezky Aprilia dan begitu selanjutnya hingga Harun Masiku bisa melakukan PAW dengan menyingkirkan suara terbanyak di atas Harun.

"Jadi jauh sekali, jadi kalau saya liat catatan misalnya, Nazaruddin Kiemas karena dinolkan suaranya, sebenarnya suaranya banyak. Riezky Aprilia itu mendapatkan 44.402 suara. Lalu Harun masiku cuma 5.878,” urainya.

“Coba bagaimana sistem pemilu kita ini tidak rusak kalau kemudian partai politik, elit-elit partai tidak berkomitmen untuk menjaga sistem pemilu yang mereka tetapkan sendiri," tegas Refly.

Pada akhirnya karena Harun Masiku ngotot untuk menjadi anggota DPR, maka terjadilah adanya dugaan anggota KPU yang tergoda lalu kemudian brokernya juga mantan anggota Bawaslu.

“Tapi sampai sekarang, ketika ditetapkan sebagai tersangka, ternyata Harun Masiku raib entah ke mana," tutup Refly Harun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA