Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun, mengaku terkejut dengan penangkapan para aktivis yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Aktivis yang dimaksud Ubedilah ialah tiga mahasiswa bernama Ahmad Fitron Fernanda, M. Alfian Aris Subakti, dan Saka Ridho atas tuduhan vandalisme yang kemudian melebar menjadi penghasutan.
"Saya terkejut dengan adanya penangkapan aktivis. Kelirunya ternyata ada yang ditangkap oleh polisi tanpa surat penangkapan. Tindakan penahanan itu tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum yang melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan," ucap Ubedilah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (24/4).
Selain ketiga mahasiswa tersebut, lanjut Ubedilah, beberapa hari lalu polisi juga menangkap satu aktivis lagi. Yakni Ravio Patra yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya pada Rabu malam (22/4).
Ravio ditangkap setelah akun WhatsAppnya diretas. Setelah berhasil dipulihkan, ternyata selama diretas akun WhatsApp Ravio digunakan pelaku peretas untuk menyebarkan pesan bernada provokatif.
"Meski Ravio baru saja dikeluarkan dari kantor polisi tapi perkaranya masih berlanjut. Ravio kemungkinan akan menjadi saksi dulu. Proses ini memungkinkan munculnya tafsir kriminalisasi terhadap para aktivis yang kritis," kata Ubedilah.
Analis sosis politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini melihat fenomena penangkapan para aktivis tersebut menunjukkan adanya kepanikan yang berlebihan dari aparat terhadap ekspresi kritis para aktivis. Apalagi, penangkapan tidak disertai surat penangkapan.
"Tentu langkah berlebihan aparat ini jika makin meluas bisa menjadi semacam teror bagi aktivis. Dan ini bisa berdampak buruk pada demokrasi di Indonesia. Implikasi buruknya adalah indeks demokrasi Indonesia akan semakin memburuk karena hak-hak sipil untuk menyatakan pendapat atau berekspresi terganggu," terang Ubedilah.
"Oleh karena itu sebaiknya langkah-langkah semacam itu tidak menjadi kecenderungan. Ini juga merugikan negara dalam perspektif demokrasi. Apalagi di era demokrasi digital saat ini, dengan mudah dunia internasional memantau praktik demokrasi di Indonesia," pungkas Ubedilah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.