Kedua staf khusus itu mundur setelah menjadi sorotan publik. Belva Dvara disorot setelah mendapatkan proyek moncer dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai aplikator Kartu Prakerja yang total beranggaran Rp 5,6 triliun.
Sedangkan Andi Taufan diduga melakukan maladministrasi lantaran telah menyurati seluruh camat se-Jawa, Sulawesi, dan Sumatera untuk menitipkan perusahaannya dalam penanganan wabah Covid-19.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan bahwa proyek yang diterima staf khusus presiden merupakan urusan eksekutif. Namun, dia menilai langkah tersebut melanggar tata krama pemerintahan.
“Hal itu saya melihatnya tidak ada tata krama ,melanggar fatsun, cara tata krama yang enggak benar. Tapi kita harus cermati perusahaannya seperti apa, mekanismenya bisa mendapatkan proyek itu seperti apa,†ujar Bambang kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (27/4).
“Tapi seorang stafsus mendapatkan proyek, namun tidak tertulis dari atasannya, ada pelanggaran tara krama politik,†tambahnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: