Alasannya, karena tas merah putih bertulis “Bantuan Presiden†belum rampung dibuat.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai, fenomena itu semakin menunjukkan bahwa Presiden Jokowi masih mementingkan pencitraan dibandingkan mengatasi penderitaan rakyat.
"Fenomena itu menunjukan bahwa Jokowi terkena penyakit akut manusia modern yaitu haus pencitraan dan hidupnya terombang-ambing, gundah-gulana oleh citra, oleh realitas semu, oleh hyper realitas," ucap Ubedilah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/4).
Sehingga, Ubedilah mengaku miris melihat bahwa Presiden Jokowi masih melakukan pencitraan. Padahal, Jokowi sudah menjadi presiden dua periode.
"Tentu sebagai akademisi yang mencoba menjaga jarak dari hiruk pikuk kekuasaan citra, melihatnya jadi miris. Masa sekelas presiden dua periode masih haus pencitraan?" tegasnya.
"Saya kira wajar jika saya kritik keras orang-orang disekitar Jokowi, masa mereka tidak sanggup bicara jujur untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan pokok rakyat dibanding pencitraan. Saat ini sudah tidak zaman pencitraan ditengah derita rakyat banyak," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: