Dalam diskusi kali ini, Jimly lebih fokus mengulas bukunya yang berjudul 'Gagasan Konstitusi Sosial'.
Di awal diskusi, Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia itu menyinggung mengenai darurat sipil yang sempat gaduh di awal-awal pandemik Covid-19 ini.
"Di Indonesia buku yang membahas darurat sipil hanya ada dua. Salah satunya adalah buku yang saya tulis. Ini menunjukkan kurang perhatiannya pakar hukum tentang darurat sipil itu," ujarnya melalui telekonferensi, Kamis (30/4).
Jimly menambahkan, sesungguhnya UU Darurat Sipil dimiliki setiap negara. Karena deklarasi keadaan darurat, jadi hal penting untuk mengatasi keadaan.
"Tetapi problemnya, UU yang kita punya ada tahun 1959, itu sudah ketinggalan zaman," jelasnya.
Menurut Jimly, hal itu terjadi karena banyak orang yang masih keliru membedakan Konstitusi dan Undang-indang. Padahal kedua hal tersebut, lanjut anggota DPD asal Jakarta itu, tidaklah sama.
"Konstitusi itu kesepakatan sosial, sedangkan undang-undang adalah kesepakatan politik," urai Jimly.
Untuk itu Jimly mengajak semua pihak untuk lebih memperdalam mengenai Konstitusi. Hal ini menjadi penting karena akan mempengaruhi sikap dalam kehidupan bernegara.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: