Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peneliti Yakin Lewat Omnibus Law, Peringkat EODB Indonesia Bisa Merangsek Naik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 04 Mei 2020, 19:31 WIB
Peneliti Yakin Lewat Omnibus Law, Peringkat EODB Indonesia Bisa Merangsek Naik
Perbandingan peringkat EODB Indonesia dengan negara Asia lain/Net
rmol news logo Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tengah dibahas DPR bersama pemerintah dapat menjadi salah satu terobosan untuk meningkatkan peringkat indeks kemudahan berusaha tahun 2020 atau yang dikenal dengan ease of doing business (EODB).

Demikian disampaikan peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII), Rifki Fadilah. Melalui efisiensi regulasi, biaya transaksi yang selama ini menghambat investasi bisa dikurangi.

Hal inilah yang bisa mendorong EODB 2020 di mana saat ini Indonesia berada di urutan ke-73 dari 190 negara berdasarkan laporan bank dunia terkait EODB 2020.

“Transaction costs yang dapat dipangkas lewat skema omnibus law, termasuk dalam kategori bargaining cost atau biaya kesempatan dan policing and enforcement costs atau penerapan kontrak. Dalam hal ini, skema omnibus law merupakan solusi dari salah satu permasalahan yang ditekankan oleh penilaian EODB untuk Indonesia, yaitu enforcing contract,” ujar Rifki dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/5).

Omnibus Law juga dinilai dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi secara institusional di sektor manufaktur karena adanya pengurangan biaya transaksi pada perizinan usaha dan investasi.

Menurut Rifki, sektor manufaktur merupakan sektor yang paling rentan terkena biaya-biaya yang tidak diperlukan terkait kewenangan Pemerintah Daerah. Misalnya, di dalam data EODB 2020, waktu pengurusan perizinan konstruksi bangunan (dealing with construction permits) di Indonesia dapat mencapai hampir 200 hari.

Hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala yang cukup pelik bagi sektor manufaktur karena terdapat birokrasi yang berbelit-belit hingga hampir satu tahun hanya untuk mengurus perizinan bangunan.

“Kendala ini dapat berkembang menjadi institutional corruption yang dilakukan oleh pihak perusahaan maupun instansi pemerintah untuk mempercepat birokrasi perizinan tersebut,” katanya.

Dengan demikian, skema kebijakan omnibus law, termasuk yang diusulkan pemerintah melalui RUU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan iklim kondusif untuk investasi dan kemudahan berusaha Indonesia.

“Hal ini akan dimungkinkan mengingat skema kebijakan omnibus law akan menghindarkan biaya-biaya yang tidak diperlukan, karena adanya institutional corruption yang terjadi pada pihak-pihak tertentu,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA