Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bukan Lakukan Relaksasi, PSBB Justru Harus Lebih Diperkuat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 05 Mei 2020, 10:51 WIB
Bukan Lakukan Relaksasi, PSBB Justru Harus Lebih Diperkuat
Fahira Idris justru meminta PSBB diperkuat, bukan direlaksasi/Istimewa
rmol news logo Melalui Menko Polhukam, Mahfud MD, pemerintah tengah mempertimbangakan adanya relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai respon dari banyaknya keluhan masyarakat yang terus menerus beraktivitas di rumah.

Wacana ini kontan mendapat respons beragam dari berbagai pihak. Pasalnya saat ini kurva paparan Covid-19 di Indonesia belum turun secara drastis, termasuk di daerah-daerah yang sedang menerapkan PSBB.

Menurut anggota DPD RI, Fahira Idris, memang selama penerapan PSBB terjadi pelambatan jumlah kasus di beberapa daerah. Tetapi ini tidak lantas menjadi celah untuk merelaksasi atau melonggarkan PSBB.

“Justru saat terjadi pelambatan seperti ini, PSBB harus semakin diperkuat agar benar-benar terjadi penurunan yang drastis, bahkan mudah-mudahan bisa nol kasus. Setelah kita semua benar-benar bisa mewujudkan itu, silakan saja jika ada wacana ingin melonggarkan PSBB. Itu pun harus dilakukan secara matang, tepat, dan bertanggungjawab agar tidak muncul kasus-kasus atau bahkan klaster baru,” ujar Fahira, melalui keterangannya, Senin (4/5).

Ditambahkan Senator Jakarta ini, Kalaupun nanti terjadi penurunan drastis bahkan nol kasus penularan, yang paling berhak mengajukan pelonggaran adalah kepala daerah, bukan inisiatif Pemerintah Pusat.

Ini karena kepala daerahlah yang paling memahami kondisi wilayah masing-masing. Kepala daerah juga yang menjadi penanggungjawab utama pelaksanaan PSBB. Sehingga kepala daerah lah yang paling paham perkembangan penanggulangan dan pencegahan Covid-19 di wilayahnya.

Terkait adanya keluhan masyarakat selama penerapan PSBB yang merasa terkekang dan tertekan, Fahira menilai hal ini sesuatu yang wajar dan harus dipahami. Setelah puluhan tahun bebas beraktivitas, kini masyarakat harus berdiam diri di rumah dan hanya keluar rumah jika ada keperluan penting dan mendesak, jelas bukan sebuah perkara mudah. Apalagi mereka harus selalu mengikuti protokol kesehatan yang ketat.

Terganggunya ekonomi akibat wabah ini juga menjadi hal yang tidak mungkin dihindari. Hal ini dialami semua negara dan masyarakat di seluruh dunia. Namun, kebijakan PSBB ini—bahkan di beberapa negara lain menerapkan lockdown atau karantina wilayah—harus diambil demi keselamatan kita bersama.

Bagi Fahira, kebijakan PSBB yang masih memberi ruang bagi masyarakat beraktivitas termasuk aktivitas ekonomi tetapi dibatasi secara ketat membutuhkan durasi lebih dari 14 hari jika ingin memberi dampak signifikan terhadap penurunan angka paparan Covid-19. Namun, penurunan signifikan bahkan nol kasus hanya bisa terjadi jika semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat konsisten.

“Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, harus konsisten dalam menerapkan PSBB atau tidak melonggarkan penerapannya sebelum kasus benar-benar turun atau nol kasus. Masyarakat pun harus patuh dan disiplin menjalankan aturan PSBB dan protokol kesehatan Covid-19. Karena selama wabah ini masih berlangsung di tengah-tengah kita, maka bukan hanya ekonomi kita yang terganggu, tetapi nyawa kita juga terancam," tegas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.

"Untuk itu, kita memang harus mundur dulu selangkah (menjalankan PSBB dengan konsisten) agar ke depan kita bisa maju dua langkah. Sehingga ke depan aktivitas kita terutama ekonomi perlahan bisa pulih,” demikian Fahira. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA