Ketua Ferderasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih mengatakan, surat edaran tersebut dinilai gagal melindungi hak buruh. Padahal Kemenaker harusnya menjadi garda depan pelindung buruh.
“SE ini terbukti tidak efektif, karena begitu banyak perusahaan yang melakukan PHK atau merumahkan pekerja tanpa perundingan mengenai pembayaran upah. Namun, tetap saja, Menaker begitu enggan dalam melihat kenyataan bahwa kepemilikan sumber daya ekonomi tidak bisa diimbangi dengan imbauan-imbauan tanpa ketegasan,†ujar Jumisih lewat siaran persnya, Jumat (8/5).
Menurutnya, Covid-19 dijadikan tumbal bagi para perusahaan dengan dalih terkendala
cashflow dalam pembayaran hak-hak buruh dan pemerintah tidak mampu mengatasi hal tersebut.
“Sementara negara duduk manis tanpa mendesak pembuktian. Tentu sangat tidak logis jika perusahaan yang sudah meraup untung bertahun-tahun dari keringat buruh sertamerta kehilangan kemampuan finansialnya karena berhenti berproduksi hanya selama satu bulan lebih,†bebernya.
“Selayaknya negara tidak melakukan diskriminasi kepada buruh. Apalagi buruh perempuan yang sudah banyak menjadi korban dari dirumahkan selama pandemik tanpa perlindungan upah,†tambahnya.
Jumisih juga menyoroti perihal buruknya penyaluran bantuan sosial yang semrawut. Namun, Kemenaker tidak mengambil sikap tegas dalam menyelamatkan nasib buruh.
“Padahal, karena negara yang selalu menganakemaskan perusahaan, jutaan buruh telah kehilangan penghasilannya yang pas-pasan. Sekarang, ancaman buruh untuk tidak mendapat hak atas THR sudah di depan mata dengan adanya SE No M/6/HI.00.01/V/2020,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: