Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

RUU Ciptaker Bisa Jadi Obat Tingginya Angka Pengangguran Di Tanah Air

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Jumat, 08 Mei 2020, 22:14 WIB
RUU Ciptaker Bisa Jadi Obat Tingginya Angka Pengangguran Di Tanah Air
Penyerahan draf omnibus law RUU Cipta Kerja oleh pemerintah kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani/RMOL
rmol news logo Kondisi perekonomian nasional ke depan dikhawatirkan akan semakin terpuruk. Tidak saja karena krisis pasca Covid-19, namun iklim investasi yang buruk di Indonesia bisa berakibat meningkatnya jumlah pengangguran.

Direktur Riset Indeks, Arif Hadiwinata menjelaskan, kondisi tersebut harus diatasi pemerintah secepatnya dengan mengeluarkan kebijakan yang  mendukung lapangan kerja seperti omnibus law RUU Cipta Kerja.

“Tingginya pengangguran akan menghantui perekonomian nasional ke depan. Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan kebijakan yang dapat menampung mereka melalui penciptaan lapangan-lapangan pekerjaan yang banyak,” kata Arif dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/5).

Ia memahami, penciptaan lapangan pekerjaan tak hanya bergantung pada regulasi investasi semata, melainkan penuntasan regulasi perizinan, ketenagakerjaan, dan lain-lain yang dinilai sebagai penghambat.

“Itu yang kami sebut sebagai ekosistem ketenagakerjaan di mana semua hal yang mendukung pada pertumbuhan ekonomi nasional harus dibahas dalam satu paket dan tidak dapat dipisahkan,” papar Arif.

Saat ini, bidang ketenagakerjaan masih memiliki banyak regulasi yang tak efisien dan cenderung tumpang tindih. Oleh karenanya, RUU Ciptaker bisa menjadi peluang bagi reformasi regulasi yang ada.

Namun, ia mengingatkan bahwa reformasi regulasi harus bersifat komprehensif dan tidak berpihak pada kepentingan salah satu pihak. “Prinsip utamanya kepentingan nasional, atau kepentingan yang lebih luas. Bukan kepentingan satu pihak tertentu,” tegasnya.

Arif pun menyayangkan adanya opini yang menyebut RUU Ciptaker hanya mengedepankan kepentingan kelompok tertentu. Anggapan tersebut justru menimbulkan resistensi terhadap RUU.

“Persepsi diametrik antara buruh dan pengusaha misalnya, harus diperjelas. Lebih bijak, kedepankan kepentingan luas dengan duduk bersama. Kedua belah pihak dipersilakan negosiasi dengan fair sehingga lahir RUU Cipta Kerja yang diterima mayoritas,” paparnya.

Arif menegaskan, pengusaha dan buruh sudah seharusnya menciptakan simbiosis mutualistis. Mereka sama-sama ingin menghasilkan keuntungan maksimum dalam pertukarannya. Pengusaha, kata dia, ingin harga jasa pekerja murah agar menguntungkan. Begitupun sebaliknya, para pekerja ingin upah tinggi.

"Kesannya berseberangan, tetapi akan selalu ada titik temu yang bisa dicapai sehingga lahir regulasi yang dapat diterima kedua belah pihak,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA