Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

APBN Tidak Bisa Diotak-atik, Jadi Alasan Banggar Beri Rekomendasi Cetak Uang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 12 Mei 2020, 12:46 WIB
APBN Tidak Bisa Diotak-atik, Jadi Alasan Banggar Beri Rekomendasi Cetak Uang
Ketua Banggar DPR RI, MH Said Abdullah/Net
rmol news logo Badan Anggaran DPR RI tetap memberikan rekomendasi kepada Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan nasional untuk mencetak uang atau money printing di tengah pandemik Covid-19.

Ketua Banggar DPR RI, MH Said Abdullah menyebutkan bahwa cetak uang tersebut diperlukan untuk menopang pembiayaan pemerintah, lembaga penjamin simpanan (LPS), dan likuiditas perbankan nasional.

"Banggar merekomendasikan Bank Indonesia mencetak uang pada kisaran Rp 400 hingga 600 triliun untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan LPS serta likuiditas perbankan nasional," ujar Said Abdullah dalam keterangannya, Selasa (12/5).

Dalam kondisi pandemik, kata Said, pemerintah berada dalam kondisi yang tidak terlalu baik. Kata dia, pembiayaan negara hanya bisa mengandalkan surat berharga negara (SBN) untuk menambal defisit.

"Pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan dengan mengandalkan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 654,5 triliun. Langkah ini harus ditempuh pemerintah untuk menambal defisit APBN yang meningkat menjadi 5,07 persen," katanya.

Kalaupun mengubah struktur APBN 2020, lanjut politisi PDI Perjuangan ini, tidak banyak yang bisa dikerjakan pemerintah dalam “otak atik” APBN.

"Selain banyak belanja yang sifatnya mandatory karena perintah UUD 1945 dan UU, seperti anggaran pendidikan 20 persen, anggaran kesehatan 5 persen, dan dana desa 10 persen, juga masih terdapat belanja rutin yang utak atiknya tidak longgar," jelasnya.

Said pun memahami bahwa kebijakan cetak uang akan berdampak pada peningkatan inflasi. Tetapi, hal itu bisa diantisipasi sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.

"Inflasi dapat dimitigasi dengan berbagai instrument pengendalian yang wewenangnya dimiliki Bank Indonesia, misalnya melalui BI Rate dan kewenangan penetapan Giro Wajib Minimum (GWM)," pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah telah mengusulkan perubahan APBN 2020 kepada DPR. Desain makro APBN tahun 2020 komposisinya pendapatan negara dipatok turun, semula Rp 2.233,2 triliun menjadi Rp 1.760,9 triliun.

Sementara, belanja negara naik, semula Rp 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.

Perubahan ini berkonsekuensi pada melebarnya angka defisit APBN. Semula defisit APBN dipatok pada kisaran Rp 307,2 triliun (1,76 persen) menjadi Rp 853 triliun (5,07 persen). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA