Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gerindra: Ada Ketidaksinkronan Antara Perppu 1/2020 Dengan Asumsi Ekonomi Makro Sri Mulyani

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 13 Mei 2020, 09:08 WIB
Gerindra: Ada Ketidaksinkronan Antara Perppu 1/2020 Dengan Asumsi Ekonomi Makro Sri Mulyani
Kamrussamad menilai paparan ekonomi makro Sri Mulyani terlalu optimistis/Net
rmol news logo Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah menyusun kerangka ekonomi makro untuk pemulihan laju perekonomian pasca-Covid-19 dalam rapat paripurna di gedung Parlemen, Senayan, Selasa kemarin (12/5).

Sri Mulyani memaparkan ekonomi makro 2021 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,5 hingga 5 persen, kemudian inflasi 2,0 hingga 4,0 persen. Selain itu, nilai tukar di angka Rp 14.900 serta harga minyak mentah 40-50 dolar AS per barel.

Menyikapi kerangka ekonomi makro yang dipaparkan Sri Mulyani, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra, Kamrussamad mengatakan, Menteri Keuangan dua periode itu terlalu percaya diri mampu meraih asumsi makro pascapandemik Covid-19 hanya dalam kurun waktu satu tahun.

"Kami nilai terlalu optimistis, karena kontraksi ekonomi akibat Covid-19 masih terus berlangsung. Kita belum bisa memastikan krisis kesehatan akan berhenti di kuartal ketiga atau keempat 2020. Semua tergantung Konsistensi Pemerintah dalam menjalankan kebijakan dan kesadaran masyarakat dalam mematuhi kebijakan Pemerintah," ujar Kamrussamad kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/5).

Dia menambahkan, jika asumsi pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen pada 2021, artinya Indonesia tidak lagi berada di situasi kegentingan yang memaksa. Sementara, lanjut Kamrussamad, Perppu 1/2020 memberikan waktu 3 tahun pelebaran defisit tanpa batas maksimal.

"Artinya ada ketidaksinkronan antara Roadmap kebijakan Regulasi Pemerintah melalui Perppu 1/2020 yang dikeluarkan atas dasar situasi kegentingan yang memaksa dengan paparan Menteri Keuangan dalam Kerangka Asumsi makro dan kebijakan tahun 2021, yang seolah-olah 2021 semua sudah normal. Hal itu tercermin dari Proyeksi Pendapatan Negara 9,90-11,00 persen dari PDB," jelasnya.

Menurutnya, pada 2021 kerangka pemulihan ekonomi nasional difokuskan kepada sektor UMKM dan sektor informal lainnya, dengan alokasi pembiayaan modal kerja dengan skema bunga 0 persen.

"Mengingat paparan pemerintah dalam postur makro fiskal 2021 menempatkan investasi pada posisi terpuruk antara 0,1-0,4. Yang membuat pendapatan negara terkoreksi, sementara beban belanja negara meningkat," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA