Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

HRS Center: Perppu 1/2020 ‘Mendompleng’ Pandemik Covid-19

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 13 Mei 2020, 14:19 WIB
HRS Center: Perppu 1/2020 ‘Mendompleng’ Pandemik Covid-19
Abdul Chair Ramadhan meyakini masyarakat bakal melakukan uji materi terhadap Perppu 1/2020 yang telah menjadi UU/Net
rmol news logo DPR RI telah resmi menyetujui Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Covid-19 menjadi Undang-Undang (UU).

Menanggapi itu, Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan, menilai bahwa Perppu a quo tersebut mengandung ketidakjelasan tujuan. Apalagi, syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa menurut Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 tidak terpenuhi.

"Kita ketahui, selain pandemik Covid-19, keberlakuan Perppu menunjuk pula adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, namun tidak ada kejelasan perihal ancaman yang dimaksudkan," ucap Abdul Chair Ramadhan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/5).

Seharusnya kata Abdul Chair, suatu ancaman menunjukkan gejala atau fakta tertentu. Apalagi ancaman yang dimaksud pada Perppu tersebut bukan merupakan peristiwa alam.

"Ancaman tentu menunjuk pada perbuatan subjek hukum, bisa orang atau badan hukum. Perbuatan subjek hukum yang manakah yang dianggap sebagai ancaman? Selanjutnya, penting dipertanyakan, bagaimana kekuatan deklarasi bencana nasional dalam Keppres 12/2020 yang notabene diterbitkan setelah Perppu? Diterbitkannya Perppu didasarkan pada deklarasi kedaruratan kesehatan masyarakat melalui Keppres 11/2020, yang sejatinya untuk melindungi keselamatan jiwa masyarakat, bukan ditujukan untuk kepentingan ekonomi," beber Abdul Chair.

Menurut Abdul Chair, kedua Keppres tersebut memiliki kandungan yang berbeda. Keppres 11/2020 keberlakuannya menunjuk kepada UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan Keppres 12/2020 didasarkan pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

"Menjadi jelas bahwa penetapan status bencana nasional dimaksudkan sebagai dalil pembenar adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Hal ini guna memenuhi parameter 'kegentingan yang memaksa'," terang Abdul Chair.

Sehingga, acuan dalam Perppu 1/2020 tersebut untuk penanganan darurat ekonomi yang mendasarkan kepada kedaruratan kesehatan masyarakat tidak memenuhi syarat.

"Kedaruratan kesehatan masyarakat sangat ‘muskil’ untuk dihubungkan dengan terancamnya perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Di sisi lain, status bencana nasional dideklarasikan pascaterbitnya Perppu dan tentunya tidak dapat menjadi alasan yuridis. Kondisi demikian, menunjukkan adanya kekacauan logika kerangka berpikir pemerintah," tegasnya.

Selain itu, kata Abdul, jika mengacu kepada pentahapan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan tersebut dimasukan ke dalam pengertian ruang lingkup tanggap darurat dan pascabencana sebagai terdapat dalam UU Penanggulangan Bencana.

"Tegasnya, kebijakan keuangan negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan termasuk dalam kedua pengertian tersebut. Dapat dikatakan adanya agenda ‘terselubung’ di balik deklarasi bencana nasional dan berkorespondensi dengan Perppu 1/2020. Pantaslah dalam Keppres 12/2020 tidak lagi mencantumkan UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai butir mengingat," jelas Abdul Chair.
"Pemerintah telah melakukan ‘analogi’ penanggulangan kebencanaan yang sejatinya diperuntukkan untuk bencana alam sama dengan penanggulangan terhadap keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan yang terpuruk," tambahnya.

Dia melanjutkan, terbitnya Keppres 12/2020 lebih dimaksudkan mempertegas alasan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan sebagai bidang yang harus ditangani dengan cara-cara luar biasa dan menyimpang dari regulasi yang ada.

Sehingga, tidak mengherankan beberapa ketentuan dalam dua belas UU telah dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan Perppu a quo.

"Perppu telah ‘mendompleng’ pandemik Covid-19. Dengan kata lain, Perppu telah menjadikan penanganan pandemik Covid-19 sebatas ‘etalase’ belaka. Kepentingan kedaruratan kesehatan masyarakat relatif minimalis. Berbanding terbalik dengan kepentingan oligarki korporasi," tegas Abdul Chair.

Dengan demikian, Abdul meyakini masyarakat akan kembali mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas diberlakukannya Perppu 1/2020 menjadi UU.

"Dipastikan masyarakat akan kembali mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi, sebab bertentangan dengan aksiologi hukum 'kepastian hukum yang adil' sebagaimana disebut dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA