Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DPR: Program Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Covid-19 Tidak Serius Selamatkan UMKM

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 14 Mei 2020, 00:37 WIB
DPR: Program Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Covid-19 Tidak Serius Selamatkan UMKM
Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo/Net
rmol news logo Pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan pemerintah terkait pemulihan ekonomi nasional (PEN) pasca pandemik virus corona baru atau Covid-19.

Dalam program penyelamatan ekonomi ini, berbagai dunia usaha akan mendapatkan dukungan dari pemerintah, tak terkecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan mendapatkan suntikan sana Rp 155,6 triliun.

Soal kebijakan tersebut, Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo menyangkan anggaran bantuan kepada BUMN terlalu besar. Seharusnya, pemerintah fokus untuk menyelamatkan pelaku usaha terutama bagi UMKM maupun sektor informal yang terpuruk akibat adanya PSBB.

"Anggaran yang diperuntukan untuk BUMN dinilai terlalu besar dan kurang tepat mengingat rekam jejak pengelolaan BUMN sudah menjadi masalah sebelum adanya pandemik. Total anggaran untuk BUMN sebesar Rp 155,6 triliun atau 49 persen dari total anggaran," kata Andreas di Jakarta, Rabu (13/5).

Politikus PDIP ini pun merincikan, bantuan untuk BUMN diantaranya untuk percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan untuk BUMN, penyertaan modal negara (PMN), dan talangan modal kerja BUMN.

"Hal ini berarti, pemerintah tidak serius untuk menyelamatkan perekonomian nasional karena fokus utama malah ke penyelamatan BUMN. Padahal, harapan sesungguhnya adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tegasnya.

Lebih lanjut, kata Andreas, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan sumber-sumber krusial yang merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.

Salah satunya adalah komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang selama ini mendominasi perekonomian Indonesia yakni 56 persen dari PDB.

Di kuartal I-2020, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 2,84 persen sebagai akibat pemberlakuan aturan work from home (WFH), physical distancing, dan PSBB.  

"Perlu adanya upaya yang tepat dari pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga agar ekonomi kuartal II dan selanjutnya tidak kembali terpuruk," katanya.

Menurutnya, dengan kondisi demikian menunjukkan dalam kebijakan PEN sektor UMKM dan informal masih dipandang sebelah mata. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat PEN, yakni untuk keadilan sosial.

"Padahal, kita ketahui sektor UMKM merupakan pilar penting perekonomian Indonesia sehingga perlu perhatian yang lebih dari pemerintah. Perekonomian Indonesia akan selamat jika sektor UMKM dan informal bisa dikelola dengan baik," jelasnya.

Merujuk pada data Kementerian Koperasi dan UMKM 2018, kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 60,34 persen. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja sebesar 97,02 persen.

Namun, porsi stimulus yang diberikan kepada sektor ini hanya sebesar Rp 68,21 triliun atau setara dengan 21,4 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk tiga kebijakan.

Salah satu kebijakan yang mengundang pertanyaan adalah sektor UMKM hanya mendapatkan subsidi bunga selama 6 bulan sedangkan penangguhan pembayaran pokok selama 6 bulan bagi UMKM maupun sektor informal justru tidak diatur dalam skema kebijakan ini.

"Sektor UMKM dan informal memiliki peran besar dalam menggerakkan ekonomi sektor riil dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar," ujarnya.

Sambung legislator Jawa Timur ini, pemerintah sepatutnya bisa secara cepat memberikan dukungan penuh kepada pelaku usaha di sektor-sektor yang selama ini menggerakan perekonomian nasional.

"Dengan demikian, harapan kami adalah adanya upaya refocusing pada skema alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) agar tepat sasaran," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.