Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Wajar PDIP Geram, Ceruk Pemilihnya Paling Terkena Imbas Kebijakan Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 15 Mei 2020, 07:56 WIB
Pengamat: Wajar PDIP Geram, Ceruk Pemilihnya Paling Terkena Imbas Kebijakan Jokowi
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri/Net
rmol news logo Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dikenal memiliki jati diri sebagai partai wong cilik. Slogan itu semakin menggaung saat mencalonkan Joko Widodo, yang dikenal merakyat, sebagai presiden pada Pilpres 2014 lalu.

Sehingga tidak heran jika kemudian kader PDIP kerap kali mengkritik Jokowi saat petugas partai tersebut sudah mulai keluar dari jati diri partai besutan Megawati Soekarnoputri.

Kritikan yang ditujukan kepada Jokowi semakin mencuat saat terjadinya pandemik Covid-19. Bukan hanya satu atau dua kader PDIP yang mengkritik, melainkan sudah banyak.

Seperti baru-baru ini, kritikan tajam disampaikan Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning yang menolak kebijakan Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS di tengah pagebluk Covid-19 ini.

"Betul yang terkena dampak Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu adalah ceruk pemilih dari PDIP yang memiliki jati diri sebagai partai wong cilik. Masyarakat yang paling terkena dampak kenaikan tersebut adalah banyak dari wong cilik," ucap peneliti senior Insititut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (15/4).

Karena, kata Dian, jumlah wong cilik secara angka semakin meningkat karena banyak yang di PHK dari tempat kerjanya di tengah pandemik Covid-19 ini.

"Dalam situasi abnormal lantaran Covid-19 yang merupakan bencana nasional, seharusnya pemerintah memberikan insentif kesehatan kepada masyarakat. Ini tidak, malah sebaliknya justru masyarakat memberikan insentif kepada Negara," kata Dian.

Dian pun khawatir akan jumlah wong cilik yang makin membesar lantaran adanya klaster masyarakat ekonomi kelas menengah yang masuk klaster tersebut lantaran Covid-19.

"Kebijakan ini sangat tidak populis, untuk urusan makan saja sulit. apalagi untuk urusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Khawatir kebijakan ini memunculkan civil disobedience lantaran ketidakberdayaan masyarakat secara ekonomi," demikian Dian Permata. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA