Menurut Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, kasus pelanggaran HAM berat tersebut melibatkan banyak aktor dan kepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan tidak serta merta tersingkir seiring bergulirnya Reformasi.
“Mereka bahkan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Mereka juga masih punya kekuatan dan pengaruh dalam konstelasi politik saat ini. Ini artinya semesta masalahnya tidak sederhana. Tidak mudah juga bagi Jokowi merealisasikannya,†ujar Willy kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/5).
Willy mengingatkan kembali pada awal periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2014 silam. Mantan Walikota Solo itu telah menunjukkan komitmennya untuk melakukan rekonsiliasi dengan korban tragedi ‘65, namun rekonsiliasi itu tidak berbuah manis.
“Acara rekonsiliasi nasional pun digelar. Tapi apa yang terjadi setelah itu? Dia dituduh Komunis-lah, memberikan angin bagi PKI-lah, dst. Dan tidak ada pembelaan juga dari para pembela HAM. Gagasan mengenai rekonsiliasi sendiri dicibir dan dipandang miring. Padahal itu sudah menjadi langkah konkret dan lumayan jadi langkah maju dari seorang presiden dalam upaya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu,†tegasnya.
“Tidak ada presiden sebelumnya yang bisa melakukan hal semacam ini. Tapi toh tetap tidak diapresiasi juga. Jadi, sekali lagi, terkait masalah seperti ini, tidaklah sederhana,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: