Pasalnya, bencana non alam pandemik virus corona baru atau Covid-19 tengah melanda di dalam negeri, dan belum juga menunjukan kurva yang melandai.
Alhasil, penyelenggaran pemilu yang dalam setiap prosesnya dikerjakan di luar rumah, atau bahkan berinteraksi secara langsung dengan banyak orang, menimbulkan potensi penularan di tengah masyarakat.
Pengamat Politik dari Universias Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin pun menyarankan, KPU menyiapkan opsi waktu yang tegas, dan tidak mesti mengikuti Perppu 2/2020 yang mengatur penyelenggaran pungut hitung suara Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang.
"Makanya harus dihitung dengan cermat dan matang betul dalam pelaksanaannya. Tak boleh plin-plan," ujar Ujang Komarudin, saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/5).
Dalam kondisi pandemi, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini berpandangan, KPU tidak bisa memaksakan satu opsi. Tapi bisa mengambil opsi lain yang telah diatur dalam satu pasal di Perppu 2/2020.
"Maka harus dikeluarkan opsi yang lain. Sama dengan pemerintah. Mengeluarkan Perppu 2/2020 terkait waktu pemilihan Pilkada 9 Desember 2020. Tapi keluar juga opsi lain. Membuka ruang untuk diundur hingga pandemi beres," tuturnya.
"KPU pun sama. Mesti ada opsi-opsi yang bisa diajukan berdasarkan argumentasi dan landasan berfikir yang rasional, dan bisa dipertanggung jawabkan," pungkasnya.
Dalam sebuah diskusi daring akhir pekan kemarin Ketua KPU Arief Budiman telah memastikan adanya opsi penundaan pelaksanan Pilkada Serentak 2020.
Ia menyebutkan, gelaran Pilkada akan sangat tergantung pada kondisi pandemik.
Sehingga, apabila Covid-19 belum kelihatan berakhir dalam waktu dekat maka pilkada bisa ditunda melalui dua opsi, yaitu menunda hingga Maret 2021 atau September 2021.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: