Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Japnas: Dunia Usaha Perlu Lakukan Prediksi Secara Cermat Agar Tidak Terlalu Dalam Menanggung Risiko Pandemik Covid-19

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 20 Mei 2020, 15:58 WIB
Japnas: Dunia Usaha Perlu Lakukan Prediksi Secara Cermat Agar Tidak Terlalu Dalam Menanggung Risiko Pandemik Covid-19
Ketua Umum Japnas Bayu Priawan Djokosoetono/Net
rmol news logo Pandemik virus corona baru atau Covid-19 yang kian luas telah menyebabkan berhentinya banyak kegiatan produksi akibat pembatasan mobilitas manusia. Akibatnya, terjadi supply dan demand shock secara bersamaan.

Kondisi tersebut menjadi bahasan Webinar Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) dengan tema Potret Kondisi dan Prediksi New Normal Ekonomi Indonesia, Selasa (19/5).

Dua pembicara utama dalam webinar itu, yakni Ketua Umum Japnas Bayu Priawan Djokosoetono dan ekonom Faisal Basri serta moderator Wakil Ketua Umum Japnas, Boncau Fakkari Maza.

“Pandemik Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan ekonomi bisnis secara ekstrim–khususnya sektor produksi, sehingga jalinan mata rantai sektor terkait juga terganggu, bahkan sudah ada yang mengalami stagnasi,” kata Bayu Priawan.

Bayu, yang merupakan pengusaha transportasi ini menyebutkan, pemerintah telah berupaya melakukan mitigasi atas kemungkinan terpuruknya dunia usaha.

Hal yang sama, kata dia, sebagaimana dilakukan oleh hampir semua negara di dunia dengan mengalokasikan anggaran khusus penanganan dampak ekonomi akibat Covid-19.

“Namun, dunia usaha juga perlu melakukan prediksi secara cermat dan lebih prudent agar tidak terlalu dalam menanggung risiko,” katanya.

Soal terjadinya supply dan demand shock, dikatakan Faisal Basri, kasus tersebut banyak ditemui khususnya sektor manufaktur hulu-hilir. Sehingga pengaruhnya dahsyat ke sektor lainnya.

“Bahkan sektor keuangan mengalami guncangan, bursa saham dan pasar obligasi ikut tertekan. Investasi nyaris berhenti, dan jutaan pekerja telah dirumahkan,” katanya.

Faisal membandingkan krisis ekonomi dan depresi besar pada tahun 1929 akibat wabah penyakit yang notabene berbeda dengan kondisi dunia akibat pandemic Coronavirus pada 2019.

Pada masa lalu, katanya, langsung tersedia obatnya dengan sejumlah kebijakan ekonomi untuk memulihkannya. Berbagai perangkat kebijakan ekonomi membuat kegiatan usaha dan masyarakat bisa terus berlangsung - walaupun skalanya menciut.

“Tapi akibat pandemik Covid-19 saat ini, semua berjalan serba tidak jelas. Sistem informasi dan globalisasi yang sangat masif menjadikan kondisi ekonomi dunia terguncang. Akibatnya di tingkat operasional bisnis terjadi supply shock dan demand shock secara bersamaan," jelasnya.

Menurutnya, berbeda dengan perang konvensional yang selalu melahirkan dua kutub yang saling bertentangan. Pada konteks pandemik Covid-19, dibutuhkan aksi kolektif global untuk menghadapinya.

“Perlu semacam global solidarity guna menuju keseimbangan baru antara interdependency dengan penguatan nation-state. Menutup diri bukanlah solusi. Konsolidasi di tingkat nation-state dalam periode transisi, juga diperlukan, tapi bukan anti asing,” ujarnya.

Jika kebersamaan dunia berjalan baik, kata Faisal, maka situasi ekonomi akan terselamatkan. Hubungan antara pasar dan negara akan kembali seimbang.

“Ini akan disertai dengan keseimbangan kembali antara hiper-globalisasi dan nasional otonomi. Tapi apa yang terjadi dalam krisis ini (akibat Covid-19) sejauh ini bukanlah indikator masa depan,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA