Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Permohonan Maaf Jokowi Saat Idul Fitri Mestinya Bukan Basa-basi, Tapi Atas Kebijakan Yang Lukai Hati Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 25 Mei 2020, 09:45 WIB
Permohonan Maaf Jokowi Saat Idul Fitri Mestinya Bukan Basa-basi, Tapi Atas Kebijakan Yang Lukai Hati Rakyat
Gde Siriana menilai permintaan maaf Presiden Jokowi di Idul Fitri harus punya makna lebih besar, bukan sekadar basa-basi/Net
rmol news logo Dalam momentum Idul Fitri 1441 Hijriah ini, permohonan maaf yang disampaikan Presiden Joko Widodo seharusnya tidak lagi sekadar basa-basi belaka. Tapi juga harus menggambarkan permintaan maaf atas tata kelola pemerintahan yang belum baik.

Begitu disampaikan Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS), Gde Siriana Yusuf, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (25/5).

"Kini di era reformasi semestinya Presiden tidak menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat tanpa makna, atau sebatas basa-basi Lebaran saja," ucap Gde Siriana.

Kata maaf di momen Idul Fitri, menurut Gde Siriana, terbentuk dari sebuah tradisi halal bihalal yang tidak ada di negara lain. Tradisi ini memiliki dampak ke kehidupan sosial dan politik masyarakat.

"Secara sosial kehidupan bernegara lebih cair dan terbuka, di mana umat nonmuslim mendapatkan ruang dan momen untuk ikut memberikan ucapan Idul Fitri. Secara politik, halal bihalal jadi ruang untuk mencairkan ketegangan politik nasional," jelasnya.

Awalnya, lanjut Gde Siriana, ide halal bihalal muncul dari Kiyai Wahab Hasbullah dan Bung Karno pada 1948. Saat itu, kedua tokoh ini membuka dialog informal atas panasnya politik dan ancaman disintegrasi bangsa dengan konsep silaturahmi nasional, yang akhirnya diubah namanya menjadi halal bihalal.

Tradisi halal bihalal yang menjadi bentuk kegiatan untuk saling maaf memaafkan ini, beber Gde Siriana, jelas bukan berakar dari struktur gramatika bahasa Arab. Akan tetapi mengambil esensi silaturahmi yang ada di dalam akulturasi Kerajaan Islam di Jawa.

Oleh karena itu, Gde Siriana menilai bahwa ucapan permohonan maaf yang disampaikan Presiden Jokowi tidak bisa hanya sebatas ungkapan untuk merayakan lebaran saja. Tapi juga sekaligus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya.

"Itu (permohonan maaf Presiden) harus dimaknai dalam konteks kebijakan yang dianggap salah, yang telah merugikan dan melukai hati rakyat. Kecuali Presiden Jokowi merasa selalu benar," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA