Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Protokol The New Normal, Momentum Wujudkan The New Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 26 Mei 2020, 01:21 WIB
Protokol The New Normal, Momentum Wujudkan The New Indonesia
Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro/Net
rmol news logo Protokol new normal yang diputuskan pemerintah untuk diberlakukan harus dilihat sebagai momentum bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan membenahi kehidupannya kembali.

"Momentum ini harus dilihat sebagai langkah awal untuk mewujudkan ketahanan nasional (Tannas) yang akan dan harus diwujudkan dan dimulai dari kondisi new normal," ujar Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, di Jakarta, Senin (25/05).  

Bagi Putut, dalam konteks new normal, pemerintah tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tetapi harus dibantu agar terwujud “The New Indonesia”.  

Jika dapat diibaratkan, kata dia, melawan Covid-19 adalah perang yang sesungguhnya dan seluruh dunia saat ini berperang melawan virus ini agar dapat kembali ke kehidupan normal.  

"Prihatinnya, perang ini sungguh sulit ditentukan kapan berakhir dan dimenangkan mengingat musuh yang dihadapi tak nampak meski ketakutan atau teror yang dibuatnya sudah sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari," katanya.

Covid sebagai musuh tak nampak ini, lanjutnya, mengingatkan semua bangsa terhadap tiga ‘senjata utama” yang harus dimiliki untuk memenangkan perang.  

Perang dimenangkan jika suatu bangsa memiliki ketahanan di bidang pangan, air dan enerji, yang merupakan senjata utama. Tanpa memiliki tiga senjata utama ini, perang tidak akan dimenangkan oleh bangsa Indonesia.

Hal ini bisa dilihat saat masa darurat dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, kekhawatiran utama yang muncul adalah apakah pangan masih tersedia.  

“Setidaknya dalam waktu satu bulan sudah dua kali yakni April dan Mei 2020, Presiden Joko Widodo mengingatkan masyarakat Indonesia tentang ancaman krisis pangan," ujarnya.

Dalam konteks ini, mengingat waktu perang melawan Covid-19 tidak berbatas. Peringatan Presiden Jokowi harus diartikan sebagai kondisi sangat mendesak untuk mewujudkan ketahanan pangan.

"Jika tidak ada pangan apakah kita tidak akan menanam sendiri, apakah tanahnya ada, dan apakah masyarakat Indonesia mau kembali ke sawah?” imbuhnya.

Putut menekankan, pembentukan karakter bangsa Indonesia, harus dibangun kembali dengan pendekatan berbeda agar "The New Indonesia" juga memiliki warga negara yang memiliki wawasan baru dalam ketahanan nasional.

Tanpa pembentukan karakter dengan cara yang berbeda, bangsa Indonesia tidak akan mampu menghadapi tantangan global menuju tahun emas 2045.
 
“Sebagai musuh tak berwujud, Covid-19 tanpa disadari sebenarnya membuka takbir karakter asli suatu bangsa. Secara halus tetapi pasti, Covid-19 memetakan karakter suatu bangsa ketika menghadapi ancaman yang memunculkan batas jelas antara kehidupan dan kematian, antara teknologi dan agama, antara kenyataan dan hoax, atau antara akal sehat dan emosi," urainya.

Dalam The New Indonesia, lanjutnya, masyarakat Indonesia harus mempunyai spirit yang baru dan menjadikan Indonesia sebagai the real home (rumah bersama).

Diingatkan Putut, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus melihat Pasal 33 UUD 1945 tentang bagaimana kehidupan ekonomi harus dilaksanakan yang kesemuanya berintikan pada usaha bersama atau gotong royong. Ketahanan nasional tercapai ketika seluruh rakyat makmur dan itu bisa dicapai dengan gotong royong.

"Namun, jika the new normal tidak mengandaikan terbangunnya semangat The New Indonesia, maka sia-sialah momentum yang seharusnya dilihat oleh pemerintah dan bangsa Indonesia," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA