"Apa sih yang ingin diimpor? Lalu, apa jenis komoditas pangan yang bakal diimpor itu mendesak karena di Indonesia kekurangan? Sehingga bisa berakibat gejolak harga dan kurang stok? Dan jangan juga sampai bertepatan ketika panen raya," ujar pengamat pertanian dari Universitas Hasanuddin, Yunus Musa, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/5).
Dirinya menegaskan, impor boleh saja dilakukan jika ada jenis komoditas pangan yang mengalami minus. Hal tersebut lebih baik dilakukan ketimbang mengakibatkan kerugian ekonomi serta sosial.
Menurut Yunus, nilai ekspor pertanian di Indonesia sejauh ini masih berkontribusi baik dan bisa dibanggakan.
Capaian ekspor pertanian pun tidak lebih rendah dibandingkan impor. Nilai hasil ekspor tersebut mampu surplus guna menutupi keuangan negara untuk modal impor pangan.
"Itu juga harus dipahami. Yang diketahui, neraca ekspor pertanian Indonesia bagus selama ini. Jadi, jangan sampai lebih besar impornya dari ekspor, itu tidak boleh," tegas Yunus.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-April 2020 nilai ekspor pertanian meningkat 16,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Meningkat dari Rp 115,18 triliun menjadi Rp 134,63 triliun.
Begitu juga perdagangan produk pertanian tercatat surplus selama Januari-April 2020 sebesar 32,96 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni dari sebesar Rp 33,62 triliun meningkat menjadi Rp 44,70 triliun.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: