Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Mendorong Isu PKI Kembali Mencuat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Sabtu, 30 Mei 2020, 01:32 WIB
Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Mendorong Isu PKI Kembali Mencuat
Ilustrasi Pancasila/Net
rmol news logo Isu soal Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan kebangkitan paham komunisme semakin ramai menjelang Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni nanti dinilai akibat pembahasan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di tengah Pandemik virus corona baru (Covid-19).

Direktur Habib Rizieq Shihab (HRS) Center, Abdul Chair Ramadhan menyoroti isu PKI yang semakin mencuat di media sosial belakangan ini.

"Lazimnya pemberitaan (ramai isu PKI) tersebut menjelang 30 September yang kita kenal dengan penghianatan G30S/PKI. Tidak dapat dipungkiri, faktor pemicunya adalah pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebagai usul inisiatif DPR, pembahasan RUU HIP dipandang tergesa-gesa, terlebih lagi di saat pandemik virus Corona," ucap Abdul Chair Ramadhan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/5).

Abdul pun mempertanyakan usul inisiatif pembahasan RUU HIP tersebut karena substansi inti pada RUU tersebut dinilai mengacu kepada hasil kajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berjudul "Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila" tahun 2019.

Abdul pun juga kembali menyoroti penetapan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres 24/2016 Tentang Hari Lahir Pancasila.

"Sejatinya, Pancasila sebagai “dasar negara” ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Kelima sila Pancasila ditempatkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Adapun alinea pertama memuat pandangan filsafat tentang kemerdekaan dan penjajahan. Ini sekaligus menunjukkan bahwa Pancasila itu adalah pandangan hidup (falsafah) dan dasar negara. Oleh karena itu, nomenklatur “Ideologi” tentu tidak tepat," jelas Abdul.

"Terhadap hal ini telah banyak kajian-kajian otoritatif. Dapat dikatakan, penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila adalah a-historis," sambungnya.

Sehingga, Abdul pun menilai bahwa pembahasan RUU HIP dan peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi pendorong menguatnya nama PKI.

"Dengan demikian pembahasan RUU HIP dan peringatan hari lahir Pancasila menjadi pendorong menguatnya viralisasi soal PKI. Alasan mendasar yang dapat ditangkap adalah adanya kekhawatiran akan bangkitnya kembali paham Komunis/Marxisme-Leninisme dengan paradigma baru, terlebih lagi komunis kini hadir dengan ‘baju’ liberalis," terang Abdul.

Apalagi kata Abdul, pada RUU HIP tidak dicantumkan TAP nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Organisasi Terlarang PKI Dan Larangan Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dalam konsiderannya.

"Ketiadaan pencantuman tersebut semakin memicu penolakan dan menguatnya pemberitaan di medsos," kata Abdul.

Abdul pun membedah Pasal-pasal yang tercantum dalam RUU HIP tersebut. Seperti pada Pasal 6 ayat 1 RUU HIP, disebutkan “Sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial”.

"Padahal sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjiwai sila-sila berikutnya. Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, tersebut dalam Pasal 29 ayat 1 UUD 1945," terang Abdul.

Selanjutnya pada Pasal 7 Ayat 2 RUU KUHP soal paham Ketuhanan yang berkebudayaan juga dinilai sangat merisaukan.

"Paham ini mengambil pendapat Bung Karno saat sidang BPUPKI, “segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama”. Paham Ketuhanan yang berkebudayaan melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang kemudian terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," jelas Abdul.

Bahkan kata Abdul, dalam rumusan RUU HIP peranan agama pun tidak lagi menjadi dominan dalam pembangunan nasional, namun lebih diarahkan kepada mental dan spiritual.

Seperti pada Pasal 22 huruf a Jo Pasal 23 huruf a yang menyebutkan bahwa agama yang disandingkan dengan rohani dan kebudayaan sebagai bidang-bidang Pembangunan Nasional, namun peruntukannya sebagai “pembentuk mental dan karakter bangsa”.

"Dimasukannya bidang mental, tentu terhubung dengan “revolusi mental” yang digagas oleh Presiden Jokowi. Revolusi mental itu sendiri mirip dengan “revolusi kebudayaan” ala Mao Zedong. Dalam Islam yang dikenal adalah akhlak, bukan mental," tutur Abdul.

Kemudian pada Pasal 23 huruf e, disebutkan adanya pembinaan atas rumah-rumah ibadah dan lembaga-lembaga keagamaan. Dimaksudkan untuk membangun kesadaran toleransi dan kerja sama antara umat beragama dalam semangat gotongroyong.

"Frasa “semangat gotongroyong” adalah menunjuk pada konsep Eka sila yang terkait dengan paham Ketuhanan yang berkebudayaan. Pembinaan negara itu harus dikritisi, sebab sangat rentan terjadinya penyelewengan berupa tindakan persekusi dan kriminalisasi," terang Abdul.

Dengan demikian kata Abdul, akumulasi kekhawatiran masyarakat menunjukkan pada eksistensi Pancasila dan masa depan NKRI karena jika RUU HIP disahkan menjadi UU, maka dinilai keberadaan Pancasila akan tereduksi dengan tafsir sepihak pemerintah.

"Menjadi sangat beralasan tingginya penolakan masyarakat terhadap RUU a quo (suatu kondisi yang ada saat ini dan sedang berjalan) dan dengannya mendorong viralnya soal PKI di berbagai media. Kesemuanya itu, merupakan wujud kepedulian sebagai anak bangsa yang tidak melupakan sejarah kelam penghianatan PKI terhadap Pancasila dan NKRI," pungkas Abdul.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA