Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kisah Keluarga Aryo Wicaksono, Warga Pegangsaan Yang Dikucilkan Warga Saat Jalani Isolasi Mandiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 31 Mei 2020, 13:43 WIB
Kisah Keluarga Aryo Wicaksono, Warga Pegangsaan Yang Dikucilkan Warga Saat Jalani Isolasi Mandiri
Aryo Wicaksono dan keluarganya/Ist
rmol news logo Tindakan persekusi atau pengucilan terhadap korban Covid-19 ternyata benar-benar terjadi di Indonesia. Salah satunya seperti yang dialami seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Aryo Budhi Wicaksono, warga RT 05/06, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.

Pria berusia 28 tahun itu mengalami pengucilan dari warga sekitar rumahnya saat terjangkit corona hingga terbebas dari virus mematikan asal Wuhan, China tersebut..

Kisah pengucilan yang dirasakan Aryo ini sempat viral di media sosial. Kepada redaksi, Aryo lantas mengurai secara detail pengucilan yang dialaminya.

Awalnya, Aryo menceritakan bahwa dirinya merupakan relawan yang aktif di lingkungan rumah, tepat saat kasus Covid-19 baru masuk ke Jakarta. Dia berperan aktif melakukan kegiatan pencegahan Covid-19 di lingkungan rumahnya bersama lima rekan.

Namun, peran sertanya tertunda karena terkendala biaya dan sumber daya manusia untuk melakukan penyemprotan disinfektan di setiap pintu masuk ke lingkungannya.

Sebagai solusi, dia bersama kelima rekannya melakukan peran pencegahan dengan cara sosialisasi dan membuat tempat cuci tangan di rumah warga.

Tujuannya, agar setiap warga yang ingin masuk ke rumah terlebih dahulu mencuci tangan. Hal itu dia lakukan sembari memberikan edukasi kepada warga agar selalu menggunakan masker.

Sempat berlangsung selama seminggu, Aryo dan rekan lantas terbentur biaya, sehingga peran pencegahan ini dihentikan.

Usai mundur menjadi relawan aktif, Aryo mendapatkan kabar bahwa bapak mertuanya sakit. Dia lalu bergegas pergi ke klinik untuk melakukan pemeriksaan terhadap bapak mertua. Di klinik itu, dokter menyebut bahwa bapak mertua Aryo hanya sakit biasa.

Namun, beberapa hari kemudian, tepatnya pada 15 April 2020, bapak mertua Aryo dibawa ke Rumah Sakit (RS) Kramat 128, Jakarta Pusat.

"Akhirnya saya ke rumah sakit, nyari kabar dari dokter, terus dikasih surat tuh penjelasan bahwa bapak (mertua) PDP (Pasien Dalam Pengawasan)," ucap Aryo Budhi Wicaksono kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/5).

Setelah mendapat surat tersebut, Aryo langsung inisiatif mengabarkan ibu mertuanya dan adik iparnya yang tinggal di Jalan Cikini Ampiun RT 14/01, Kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat untuk melakukan isolasi mandiri. Ia pun juga memberi kabar kepada ketua RW setempat.

"Cuma pas saya share di RW Cikini, dia (ketua RW 01) ngeshare lagi nggak tahu ke mana, barulah timbul tuh namanya persekusi ke keluarga di Cikini dulu awal mulanya," kata Aryo.

Kemudian, Aryo pun juga melakukan inisiatif sendiri untuk melakukan isolasi mandiri di kediamannya di Jalan Tambak RT 05/06, Kelurahan Pegangsaan lantaran pernah kontak fisik dengan bapak mertuanya.

Karena tidak ada yang mengurusi ibu mertua dan adik iparnya, Aryo akhirnya mengajak keduanya untuk isolasi bareng. Namun, keduanya melakukan isolasi mandiri dengan cara mengontrak rumah di dekat kediamannya yang masih di sekitar Jalan Tambak.

Aryo pun tak luput membuat laporan ke ketua RT setempat bahwa dia mengajak ibu mertua dan adik iparnya melakukan isolasi mandiri di sekitar rumah dengan cara mengontrak rumah.

Sehari setelahnya, tepatnya pada 16 April 2020, dia kembali menghubungi ketua RT setempat untuk meminta bantuan agar kebutuhan pangan ibu mertuanya bisa diperhatikan.

Ketua RT setempat pun akhirnya melakukan sosialisasi atau memberikan kabar kepada warganya kalau ada keluarga yang tengah melakukan isolasi mandiri. Namun, warga sekitar ada yang menerima dan ada yang menolak.

Pada hari yang sama, ternyata pemilik kontrakan tersebut kata Aryo menghubungi ketua RT bersama ketua RW. Ketua RW lalu menghubungi dia dan meminta agar ibu mertua dan adik iparnya pindah dari rumah kontrakan tersebut.

"Disuruh pindah atau ngusir, walaupun ngomongnya nggak kasar, dia (pemilik kontrakan) ngomongnya ke Pak RW, Pak RW sampaikan ke saya by phone," terang Aryo.

Sehingga, Aryo terpaksa kembali memindahkan ibu mertuanya dan adik iparnya untuk melakukan isolasi mandiri di rumah yang di Cikini. Dengan catatan, Aryo meminta pengurus RW setempat dapat berkoordinasi dengan RW yang berada di lingkungan rumah mertuanya dapat memberikan perhatian khusus.

Aryo pun juga akhirnya pindah tempat untuk melakukan isolasi mandiri ke rumah orang tuanya yang berada di Jalan Tambak, RT 07/06 Kelurahan Pegangsaan.

Sehingga, kedua orang tua Aryo juga terpaksa harus isolasi mandiri karena berada dalam satu rumah dengan Aryo bersama Istri dan kedua anaknya.

Di dalam rumah orang tuanya itu terdapat sembilan orang. Yakni, kedua orang tua Aryo, tiga keponakan, Istrinya, kedua anaknya dan Aryo sendiri.

Sebelumnya, saat pindah tersebut Aryo mengaku mendapatkan perlakuan yang berbeda dari warga sekitar. Perlakuan cibiran atau pengucilan itu bukan hanya ia rasakan, namun orang tuanya pun juga terkena perlakuan pengucilan.

"Pas pindah itu ketemu sama pemilik kontrakan, sebelum ada kejadian ini biasa aja, punya hubungan baik lah, saya negor lah, terus tampilan gestur yang nggak enak menurut saya pribadi tuh, dia nggak pakai masker, tapi dia nutupin hidung pakai satu jari sambil ngelirik ke saya gitu, kan maksudnya apa gitu," jelas Aryo.

"Saya pulang, ternyata bukan saya doang yang dapat perlakuan itu, pas proses pindahan itu, semua keluarga saya sampai ibu saya juga kena. Akhirnya saya bikin laporan ke Pak RT, Pak RW kalau kita digini-giniin. Tapi tindakan sama sekali nggak ada," sambung Aryo.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 20 April 2020, kata Aryo, datang seorang dokter dari Puskesmas Menteng ke rumahnya dan memberi kabar bahwa bapak mertuanya dinyatakan positif Covid-19. Sehingga, ia yang tengah melakukan isolasi mandiri bersama delapan anggota keluarganya langsung dilakukan tes swab oleh dokter tersebut.

Tak hanya itu, Ibu mertuanya dan adik iparnya yang juga tengah melakukan isolasi mandiri juga langsung di tes swab.

Selanjutnya tiga hari kemudian, tepatnya pada 23 April, hasil tes swab tersebut keluar dan menyatakan terdapat lima dari 11 orang yang tengah melakukan isolasi mandiri positif Covid-19. Di antaranya, Aryo sendiri, adik ipar, anaknya yang masih berusia lima bulan dan dua keponakannya.

Sedangkan kedua orang tuanya, istrinya, anak pertamanya dan satu keponakan lainnya dinyatakan negatif Covid-19.

"Yang lainnya negatif. Terus bapak saya karena dapat kabar negatif itu, karena dia marbot mushola juga, shalat subuh lah ini bapak saya, shalat subuh udah adzan sama qomat tinggal shalat, bapak saya ditinggalin sendirian di mushola. Pada nggak ada yang shalat. Bapak saya murung datang ke saya cerita, saya jelasin pelan-pelan agar shalat di rumah aja cari aman. Akhirnya nurut," tutur Aryo.

Tindakan pengucilan tersebut, kata Aryo, tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya selama isolasi mandiri tersebut juga kerap kali banyak tindakan dari warga sekitar yang kerap kali menunjukkan sikap yang kurang mengenakan.

“Ada yang teriak dari samping rumah, teriak 'rumah virus'. Orangnya lewat sambil teriak gitu. Saya penasaran, saya ngintip dari lantai dua, terus kebetulan teman nawarin minta dibawain sesuatu, temen dateng nih bawain sesuatu, saya dari lantai dua pakai tongkat pakai tali saya ambil itu, ada ibu-ibu dua orang, mau lewat gang gitu, terus ngeliatin teman saya, akhirnya teman saya yang kena cibir," terang Aryo.

"Akhirnya saya bilang sama tuh ibu-ibu, nada saya tinggi pada saat itu, kalau nggak mau ketularan, diam di rumah, kalaupun mau keluar pakai masker, saya teriak kaya gitu. Sore sampai malam itu nongol berita di lingkungan saya kalau saya ngamuk katanya," sambung Aryo.

Kemudian, pada awal Mei 2020, Aryo beserta anggota keluarganya kembali dilakukan tes swab. Hasilnya, hanya satu orang keponakan Aryo yang masih dinyatakan positif.

Sehingga, mereka harus kembali melakukan isolasi sendiri. Selanjutnya pada 14 Mei akhirnya keponakan Aryo akhirnya dinyatakan negatif Covid-19 setelah kembali dilakukan tes swab yang ketiga.

"Saat ini sudah selesai semua, sudah negatif, mertua saya masih positif saat ini, masih dirawat, sekarang di RS Pertamina Cempaka Putih," kata Aryo.

Meskipun sudah dinyatakan negatif Covid-19, Aryo menyebut anggota keluarganya masih tetap menerima tindakan pengucilan dari warga sekitar rumahnya.

"Kalau untuk ngomong langsung ke saya mereka agak sungkan, cuma di belakang saya masih banyak. Tapi yang sering dapat sebenarnya ibu saya, keponakan saya, anak saya sering dapat (perilaku tak menyenangkan), dapat perlakuan itu ngadu ke saya," terang Aryo.

Bahkan, Aryo yang bekerja sebagai driver ojek online pun mengaku belum berani beraktivitas keluar lantaran masih mengalami trauma.

"Kita ini karena trauma mas, jadi kalau untuk ke luar ke rumah harus benar-benar hal yang penting banget, jadi kita trauma walaupun dinyatakan negatif, punya surat dari dokter, tapi kan itu pandangan warga sekitar masih belum kuat," jelas Aryo.

Aryo menambahkan, selama masa isolasi mandiri, dirinya selalu mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Yakni berupa sembako bahkan nasi kotak selama buka puasa di bulan Ramadhan.

"Bantuan pemerintah sendiri dapat, pas bulan puasa kita dapat nasi kotak pas mau buka puasa setiap hari dari kelurahan. Pas mau sahur nggak ada. Bantuan pemerintah aman tapi sesaat, karena dikasih pas mau bukanya aja, kita masih bingung pas sahurnya gimana,” ujarnya.

“Di satu sisi kan ada anak kecil juga ada bayi. Nggak ada bantuan buat anak kecil, malah bantuan dari instansi dari luar, independen ngasih pampers," demikian Aryo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA